Berikan masukan yang bermanfaat untuk hasil kelompok ini! Terimakasih. Sertakan alamat jika akan mengcopy.
A. Pengertian
Sumber Ajaran Islam
59.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Menurut
al-Qur’an surat An-Nisa ayat 59 tersebut, semua mukmin wajib mengikuti kehendak
Allah, kehendak Rasul, dan kehendak penguasa atau ulul amri kalangan mereka
sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam al-Hadits, kehendak penguasa berupa
ilmu pengetahuan untuk mengalirkan ajaran Islam dari tiga sumber utamanya yakni
al-Qur’an, al-Hadits dan ra’yu atau akal pikiran yang memenuhi syarat untuk
berijtihad. Berijtihad adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dengan
mempergunakan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan, dan pengalaman
manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta
mengalirkan ajaran, termasuk ajaran mengenai hukum islam dari keduanya.
Ketiga
sumber ajaran Islam ini merupakan satu rangkaian kesatuan, dengan urutan
keutamaan seperti tercantum dalam kalimat di atas, tidak boleh dibalik. Jika
dihubungkan dengan peringkatnya masing-masing, al-Qur’an dan al-Hadits
merupakan sumber utama, sedangkan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat
berijtihad untuk merumuskan ajaran, menentukan nilai dan norma suatu perbuatan
dan benda, merupakan sumber tambahan atau sumber pengembangan.
B. Isi dan
Sistematika Al-Qur’an
1. Pengertian
Al-Qur’an merupakan sumber agama juga ajaran Islam pertama dan utama. Pengertian secara harafiah berarti sesuatu yang harus
dibaca atau dipelajari. Sedangkan secara istilah, al-Qur’an adalah firman Allah
yang diturunkan melalui malaikat jibril, ke dalam hati Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan bahasa Arab, disertai dengan kebenaran dan dijadikan hujjah
(argumentasi) dalam hal pengakuannya sebagai rasul, agar dijadikan sebagai
undang-undang bagi manusia, serta sebagai petunjuk disamping merupakan ibadah
bagi pembacanya. Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenarannya oleh
penelitian ilmiah, al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat firman-firman
(wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun, 2 bulan, 22
hari, mula-mula di Mekah kemudian di Medinah. Tujuannya untuk menjadi pedoman
atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai
kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.
2. Sistematika
Al-Qur’an
Al-Qur’an yang menjadi sumber nilai dan norma umat Islam itu terbagi ke
dalam 30 juz, 114 surah, 6666 ayat, 74.499 kata atau 325.345 huruf (lebih tepat
dikatakan 325.345 suku kata jika dilihat dari sudut pandang bahasa Indonesia). Al-Qur’an
tidak disusun secara kronologis. Lima ayat pertama diturunkan di gua hira’ pada
malam 17 Ramadhan tahun pertama sebelum hijriah atau pada malam Nuzulul Qur’an
ketika Nabi Muhammad berusia 40-41 tahun, sekarang terletak di surat al-Alaq
(96) : 1-5. Ayat terakhir yang diturunkan di padang Arafah, ketika Nabi
Muhammad berusia 63 tahun pada tanggal 9 zulhijah tahun ke-10 Hijrah, kini
terletak di surat al-Madinah (50) : 3.
Ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di Mekah
disebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun setelah Nabi
Muhammad pindah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah. Cirri-cirinya adalah
:
1.
Ayat-ayat
Makkiyah pada umumnya pendek-pendek. Merupakan 19/30 dari seluruh isi
al-Qur’an, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Ayat-ayat Madaniyah pada umumnya
panjang-panjang merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Qur’an, terdiri dari 28
surat, 1.456 ayat.
2.
Ayat-ayat
Makkiyah dimulai dengan kata-kata ya ayyuhannas (hai manusia). Sedangkan
ayat-ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata ya ayyuhallazina amanu (hai
orang-orang yang beriman).
3.
Ayat-ayat
Makkiyah pada umumnya mengenai tauhid yakni keyakinan pada kemaha Esaan Allah,
hari kiamat, akhlak, dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedangkan
ayat-ayat Madaniyah memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan
sebagainya.
4.
Ayat-ayat
Makkiyah diturunkan selama 12 tahun 13 hari, sedangkan ayat-ayat Madaniyah
selama 10 tahun, 2 bulan 9 hari.
Allah telah menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an,
dalam surat Al-Hijr ayat 9 :
9.
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.
Sistematika al-Qur’an telah ditetapkan oleh Allah
melalui malaikat Jibril yang disampaikan kepada Rasul-Nya Muhammad.
Sistematikanya tidak seperti sistematik buku (ilmiah), yang mengikuti metode
tertentu, suatu masalah dibicarakan dalam beberapa bab, bagian, dan
butir-butir. Oleh karena itu, kalau kita membaca al-Qur’an, masalah aqidah
misalnya, berdampingan dengan soal hukum, sejarah umat yang lalu disatukan
dengan nasihat, dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam
semesta. Maksud sistematik demikian adalah agar orang mempelajari dan memahami
al-Qur’an sebagai satu-kesatuan yang harus ditaati pemeluk agama Islam secara
keseluruhan tanpa memilah-milah bagian yang satu dengan bagian yang lain.
Dengan penyusunan ini, jelas al-Qur’an berbeda dengan kitab susunan manusia. Dalam
hubungannya dengan risalah Nabi Muhammad SAW, al-Qur’an berfungsi sebagai
mukjizat yaitu berfungsi melemahkan argumentasi orang yang menentang kerasulan
Muhammad dan kebenaran islam. Firman Allah dalam Surat Al-israa’ (17) ayat 88 :
88.
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat
yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang
lain".
3. Isi
Kandungan Al-Qur’an
Isi kitab
susunan manusia adalah hasil penalaran insan, tujuannya untuk menjelaskan suatu
masalah kepada manusia di suatu tempat
pada suatu masa, sedangkan al-Qur’an yang disusun oleh Allah berisi wahyu atau
petunjuk-Nya untuk pedoman hidup dan kehidupan manusia dimana saja sepanjang
masa.
Garis-garis besar isi kandungan al-Qur’an antara lain
sebagai berikut :
1.
Akidah (tauhid)
: ajaran mengesakan Allah dan semua keyakinan yang berhubungan dengan Allah
SWT.
2.
Syari’ah (baik
ibadah ataupun muamalah) : mengajarkan perintah beribadah kepada Allah dan
berbuat baik terhadap sesama manusia sebagai manifestasi ketauhidan.
3.
Akhlak dan semua
ruang lingkupnya (menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan
diri dari sifat-sifat yang tercela).
4.
Kisah-kisah umat
manusia di masa lalu (seperti kisah kaum saba, Nabi Syu’ib, Nabi Luth, Nabi
Hud, dan lain-lain).
5.
Berita-berita
tentang kehidupan akhirat (janji dan ancaman).
6.
Benih
atau prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan dasar-dasar hukum atau hukum-hukum
dasar yang berlaku bagi alam semesta termasuk manusia.
4.Penafsiran
Al-Qur’an
Penafsiran
Al-Qur’an dilakukan dengan mempergunakan berbagai metode diantaranya yaitu:
1.
Metode Ma’tsur
Metode ini merupakan metode yang
mempergunakan riwayat (cerita turun temurun atau sejarah) untuk menjelaskan
Al-Qur’an.
2.
Metode Penalaran
Metode
ini terdiri atas beberapa metode, diantaranya adalah:
a.
Metode Tahlili
(Analisis)
Metode tahlili adalah metode yang
penafsirannya berusaha menganalisis kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
melihatnya dari berbagai segi.
Penafsiran yang mempergunakan metode ini
dalam pendekatannya mengikuti runtutnya (untaian) ayat-ayat sebagaimana
tercantum dalam mushaf (lembaran-lembaran).
b.
Metode Maudu’i
(Tematik)
Metode maudu’i
adalah metode penafsiran Al-Qur’an menurut tema (pokok, judul) tertentu.
Misalnya masyarakat, umat, agama, ilmu dan teknologi.
Dalam perkembangannya
metode maudu’i terdiri atas dua bentuk yaitu:
1)
Menjelaskan pokok bahasan atau tema tertentu yang
terdapat dalam ayat-ayat yang terangkum dalam satu surat saja. Misalnya tema ayat-ayat dalam surat Al-Baqarah, Ali
Imran, An-Nisa, dsb.
2)
Menjelaskan
pokok bahasan dalam seluruh ayat Al-Qur’an, tidak terbatas pada ayat dalam satu
surat saja. Mengemukakan langkah-langkah dalam menerapkan metode maudu’in
disebut juga metode tauhidi (kesatuan). Langkah-langkah ini adalah:
(a)
Menetapkan topik
atau tema masalah yang akan dibahas.
(b)
Menghimpun
ayat-ayat yang berkaitan dengan tema.
(c)
Menyusun runtutan ayat yang sesuai dengan masa turunnya.
(d)
Memahami
korelasi (hubungan timbal balik = munasabah)
ayat-ayat dalam surahnya masing-masing.
(e)
Menyusun
pembahasan dalam satu kerangka (bagan) yang sempurna.
(f)
Melengkapi
pembahasan dengan hadis atau sunnah yang relevan dengan pokok bahasan.
(g)
Mempelajari
ayat-ayat tersebut secara keseluruhan.
Keistimewaan metode maudu’i adalah
menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis (sunnah) nabi merupakan cara menafsirkan
al-Qur’an yang terbaik, mudah dipahami dan membuktikan bahwa tidak ada ayat-ayat
yang bertentangan dalam al-Qur’an dan sekaligus membuktikan bahwa ayat-ayat al-Qur’an
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat. Contoh tafsir
maudu’i atau tematik dalam bahasa Indonesia adalah Wawasan Al-Qur’an karya M. Quraish Shihab. Akhirnya perlu
ditegaskan bahwa bagaimanapun baiknya penjelasan, tafsiran atau terjemahan
al-Qur’an bukanlah al-Qur’an. Tafsiran atau terjemahan al-Qur’an tidak sama dan
tidak boleh disamakan dengan al-Qur’an.
C. Arti dan
Fungsi Al-hadits
1.
Pengertian
Al-Hadits menurut pengertian bahasa
ialah berita atau sesuatu yang baru. Dalam ilmu hadis istilah tersebut berarti
segala perkataan, perbuatan dan sikap diam Nabi tanda setuju (taqrir). Para
ahli hadis, umumnya menyamakan istilah hadis dengan istilah sunnah. Namun, ada
sementara ahli hadits mengatakan bahwa istilah dipergunakan khusus untuk sunnah qauliyah (perkataan Nabi),
sedangkan sunnah fi’liyah (perbuatan
Nabi) dan sunnah taqririyah tidak
disebutkan dalam hadits. Dengan demikian, sunnah lebih luas dan umum
dibandingkan hadits. Sebab sunah meliputi perkataan, perbuatan, dan sikap diam
rasulullah tanda setuju, sedang hadits hanya mengenai perkataan beliau saja.
2.
Peranan Al-Hadits
44. keterangan-keterangan (mukjizat) dan
kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829]
dan supaya mereka memikirkan,
|
[829]. Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan,
aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.
|
Ada tiga peranan al-Hadits disamping al-Qur’an
sebagai sumber agama dan ajaran Islam. Adapun peranan al-Hadits adalah :
1.
Menegaskan lebih
lanjut ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Misalnya mengenai sholat, di dalam Al-Qur’an ada
ketentuan mengenai sholat. Ketentuan itu dipertegas lagi pelaksanaannya dalam
sunnah Rasulullah. Contoh lain, mengenai puasa selama bulan Ramadhan. Di dalam
Al-Qur’an terdapat ayat mengenai puasa Ramadhan, tapi pelaksanannya ditegaskan
dan dikembangkan lebih lanjut oleh nabi melalui sunnah beliau. Begitu juga
dengan zakat dan haji.
2.
Menambahkan atau
mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samaar ketentuannya di dalam
al-Qur’an.
Contohnya : larangan Nabi mempermadu (menikahi
sekaligus atau menikahi pada waktu yang bersamaan) seorang perempuan dengan
bibinya. Larangan
ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat an-Nisa (4) : 23
:
23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu;
anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang
perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang
perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
|
[281]. Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan
seterusnya ke atas. Dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak
perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang
lain-lainnya. Sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak
dalam pemeliharaannya.
|
Jika
dilihat dari hikmah larangan ini jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak
atau terputusnya hubungan silaturahim antara dua kerabat dekat yang tidak
disukai oleh agama islam.
Hadits
atau sunnah kini dihimpun dalam kitab-kitab hadits (al-Hadits), terdiri dari
ucapan (qaul), perbuatan (fi’il), dan sikap diam Nabi tanda setuju (taqrir atau
sukut). Ucapan, perbuatan, dan sikap diam Nabi dikumpulkan tepat
dalam awal penyebaran agama Islam. Orang-orang yang mengumpulkan sunnah Nabi
(dalam kitab-kitab hadis) menyelusuri seluruh jalur riwayat ucapan, perbuatan,
dan sikap diam Nabi. Hasilnya, dikalangan Sunni terdapat enam kumpulan hadis
yang utama adalah yang dikumpulkan oleh Bukhari dan Muslim yang mendapatkan
pengakuan di kalangan Sunni (ahlul sunnah wal jama’al-Hadits) sebagai sumber
ajaran islam kedua sesudah kitab suci al-Qur’an.
Di kalangan Syi’ah al-Hadits juga
terjadi proses serupa, tetapi disamping ucapan-ucapan Nabi melalui keluarganya,
ditambah lagi dengan ucapan para Imam Syi’ah al-Hadits yang menjelaskan arti
petunjuk Nabi itu menjadi bagian kumpulan hadits. Salah satu kumpulan hadits
yang menonjol di kalangan Syi’ah al-Hadits (Syi’i) adalah Usulil-Kafi karena
Kulaini.
Kitab-kitab hadits baik dari
kalangan sunni maupun Syi’i adalah sumber pengetahuan yang monumental bagi
islam, yang sekaligus menjadi penafsir dan bagian yang komplementer terhadap
al-Qur’an. Sunnah, terutama ucapan Nabi, membahas berbagai hal mulai dari
metafisika sampai pada tata tertib di meja makan. Di dalamnya orang dapat
menjumpai apa yang dikatakan Nabi pada saat ia berada dalam kesusahan, waktu
itu menerima utusan Negara lain, bagaimana ia memperlakukan tawanan, sikapnya terhadap
keluarganya dan hampir segala hal yang berhubungan dengan kehidupan rumah
tangga, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Selain itu juga dibahas berbagai
pertanyaan yang berhubungan dengan metafisika, kosmologi, eskatologi, dan
kehidupan spiritual. Sesudah al-Qur’an, kitab hadits yang memuat sunnah Nabi
adalah sumber petunjuk paling berharga yang dimiliki umat islam. Keduanya
adalah mata seluruh kehidupan dan pikiran islam. Keduanya merupakan sumber
agama dan ajaran islam.
Ada juga ucapan Nabi yang disebut
Hadits Qudsi yang tidak menjadi bagian al-Qur’an tetapi di dalamnya Tuhan
berbicara melalui Nabi, disampaikan dengan kata-kata Nabi sendiri. Hadits qudsi
berisi petunjuk tentang kehidupan spiritual (kerohanian), tidak membahas
soal-soal politik dan sosial dalam kehidupan. Isi hadits qudsi kebanyakan
tentang hubungan langsung antara manusia dengan Tuhan.
D. Ra’yu
1. Pengertian
Menurut
ajaran Islam manusia dibekali
Allah
swt dengan berbagai perlengkapan yang sangat berharga antara lain akal dan
keampuan untuk berbicara. Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara
yang benar dengan yang salah, yang baik dengan yang buruk, antara kenyataan
dengan khayalan. Dengan mempergunakan akalnya manusia akan selalu sadar. Dengan
kehendak bebas (free will) yang diberikan Tuhan padanya, manusia dapat
memilih jalan yang dilaluinya, membedakan mana yang mutlak mana yang nisbi.
Karena manusia bebas menentukan pilihannya, ia dapat dimintai
pertanggungjawaban mengenai segala perbuatannya dalam memilih kebebasan dan
tanggung jawab, kehidupan manusia menjadi kurang bermakna. Kemampuan berbicara
merupakan manifestasi “keunggulan” manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Dengan berbicara ia dapat menyatakan dirinya dan dengan kemampuan berbicara,
manusia dapat menghubungkan diri dengan Tuhannya.
Akal,
kehendak, dan kemampuan berbicara merupakan milik manusia yang sangat berharga.
Namun, dalam pembicaraan ini yang hendak dikedepankan adalah akal manusia saja.
Perkataan
al-‘aql dalam bahasa Arab berarti pikiran dan intelek. Di dalam bahasa
Indonesia pengertian itu dijadikan kata majemuk akal pikiran. Perkataan
akal dalam bahasa aslinya dipergunakan juga untuk menerangkan sesuatu yang
mengikat manusia dengan Tuhan. Akar kata ‘aql mengendung makna ikatan.
Sebagai
sumber ajaran ketiga, kedudukan akal pikiran manusia memenuhi syarat penting
sekali dalam sistem ajaran Islam. Di dalam kepustakaan, sumber ajaran Islam
yang ketiga ini disebut dengan istilah ar-ra’yu atau sering disebut
dengan kata ijtihad. Ijtihad adalah usaha yang
sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk
mencari, menemukan, dan menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas atau tidak
terdapat patokannya di dalam al-Quran dan al-Hadits.
2. Kedudukan
Ra’yu
Kedudukan ra’yu dalam sumber ajaran islam adalah sebagai aspek
instrumental yaitu sebagai alat untuk menerapkan apa yang ada di dalam
Al-Qur’an. Dengan akal manusia maka muncullah berbagai macam ilmu seperti ilmu
fiqih, tauhid, falaq, maupun ilmu tentang kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3.
Syarat-syarat Mujtihad
Ijtihad hanya diperbolehkan bagi orang-orang yang
memenuhi syarat sebagai mujtahid. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut
:
1.
Menguasai bahasa
Arab untuk dapat memahami al-Qur’an dan kitab-kitab hadits yang tertulis dalam
bahasa Arab.
2.
Mengetahui isi
dan sistem hokum al-Qur’an serta ilmu-ilmu untuk memahami al-Qur’an.
3.
Mengetahui
hadits-hadits hokum dan ilmu-ilmu hadits yang berkenaan dengan pembentukan
hokum.
4.
Menguasai
sumber-sumber hokum islam dan cara-cara (metode) menarik garis-garis hokum dari
sumber-sumber hokum islam.
5.
Menguasai
dan mengetahui kaidah-kaidah fiqih.
6.
Mengetahui
rahasia dan tujuan-tujuan hokum islam.
7.
Jujur dan iklas.
8.
Menguasai
ilmu-ilmu sosial (Antropologi, Sosiologi).
9.
Dilakukan
secara kolektif (jama’i) bersama para ahli disiplin ilmu lain.
4. Metode-metode
Ijtihad
Dalam ijtihad, metode yang disepakati kebanyakan ulama
yaitu ijma’ dan qiyas. Ijma’
(persetujuan) yaitu kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada
suatu tempat di suatu masa. Qiyas (analogi) dari segi bahasa berarti menyamakan
sesuatu dengan hal lain. Secara istilah, menyamakan hokum suatu hal yang tidak
terdapat ketentuannya di dalam al-Qur’an dan as-shunah, karena persamaan illat
(penyebab dan alasan). Kedudukan qiyas sebagai sumber hukum adalah menjadi
dalil bagi hokum-hukum agama yang bersifat alamiah.
Ahmad Taufiq dan Muhammad Rohmadi.ed. 2011. Pendidikan Agama Islam. Surakarta : Yuma
Pustaka.
Imam Suyanto. 2005. Pendidikan Agama Islam. Kebumen : FKIP UNS.
halo izin copas ya......
ReplyDeletekalo sistematika ajaran islam ada ga ya ???????
ReplyDelete