Monday 5 December 2011

Perkembangan pribadi dan sosial anak

Diambil dari berbagai sumber buku dan internet, merupakan tugas kelompok. Sertakan URL jika akan copas!


A. Perkembangan Sosio-emosional dan Hubungan Pertemanan Anak
v  Perkembangan sosio-emosioanal
               Ada 3 pandangan utama yang dapat menjelaskan perkembangan sosio-emosional anak:
1.     Teori ethologi
        Menurut teori ini, jalinan kasih sayang ibu-anak yang merupakan dasar perkembangan sosio-emosional. Pada saat bayi lahir relatif tidak berdaya dan tidak mampu untuk bertahan hidup sendiri. Secara genetik, bayi dapat membuat orangtua tetap dekat dan merawatnya. Ibu juga diharapkan dapat menangkap dan merespon sinyal-sinyal yang diekspresikan oleh bayi.
2.     Teori belajar-sosial
        Jalinan kasih sayang ibu-anak merupakan hasil dari interaksi antara ibu-anak yang merupakan kombinasi penguatan positif dan negatif. Penguatan positif diperoleh dari perilaku-perilaku yang menyenangkan dan penguatan negatif diperoleh dari perilaku-perilaku yang tidak menyenangkan.
3.     Teori perkembangan kognitif
        Menurut teori ini, perilaku sosial diperoleh dari upaya bayi mengasimilasi peristiwa-peristiwa yang tidak sesuai ke dalam struktur mentalnya.  Jika bayi menghadapi stimulus atau peristiwa yang familier, maka ia akan menggabungkan stimulus tersebut ke dalam struktur mental yang sudah ada. Begitupun sebaliknya.
               Perkembangan awal emosi pada bayi dilakukan dengan menelaah ekspresi wajah. Ekspresi wajah bayi ini merefleksikan suasana emosional yang dialaminya.
               Proses perkembangan dan differensiasi emosi pada anak menurut Bridges:
1.    Saat lahir, bayi memiliki kepekaan umum terhadap rangsangan tertentu misalnya suara, cahaya, temperatur, dsb. Kepekaan umum ini merupakan dasar proses perkembangan dan differensiasi emosi-emosi lainnya
2.   Umur 3 bulan, rasa ketidaksenangan dan kegembiraan bayi mulai didefinisikan. Bayi akan tersenyum bila mendapat stimulus yang menyenangkan, dan menangis bila mendapat hal yang tidak menyenangkan.
3.   Umur 3-6 bulan, rasa ketidaksenangan bayi mulai terdeferensiasi menjadi kemarahan, kebencian, dan ketakutan.
4.   Umur 9-12 bulan, rasa kegembiraan bayi juga mulai terdeferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang. Kasih sayang kepada orang-orang, benda-benda dan kegairahan untuk melakukan sesuatu yang disenanginya.
5.   Pada umur sekitar 18 bulan, rasa cemburu pada anak mulai tumbuh misalnya bila orang yang disayanginya berada dekat-dekat atau bersenang-senang dengan orang lain.
6.   Sekitar 2 tahun, rasa senang anak menjadi keasyikan dan kenikmatan terhadap sesuatu. Anak akan terlihat asyik berlama-lama dengan sesuatu yang dianggapnya menyenangkan dan dapat menghiraukan hal-hal lain disekitarnya.
7.   Sekitar 5 tahun, proses diferensiasi atau perkembangan emosi anak  tampak mencapai puncak. Timbul rasa malu, cemas, kecewa, harapan dan kasih sayang.
      Penajaman dan penghalusan fungsinya masih terus berkembang pada anak-anak usia SD melalui pengalaman-pengalaman interaksional dengan lingkungannya.
Faktor penting yang berpengaruh pada perkembangan sosio-emosi anak :
        Perlakuan dan cara pengasuhan orang tua
        Ini merupakan unsur yang sangat dominan, karena orang tua paling banyak memiliki kesempatan berinteraksi dengan anak pada awal perkembangan. Ada tiga unsur interaksi orang tua dengan anak :
1. Interaksi tatap  muka : hal ini penting bagi pengembangan komunikasi yang efektif dan hubungan kasih sayang yang kuat. Ibu harus mampu merespon bayi, bila tidak maka bayi akan menampakan kesulitan dan protes terhadap ibunya.
2. Kasih sayang dan kekerasan : kasih sayang antara ibu-anak terlihat dari kehangatan dalm berkomunikasi, merespon kebutuhan bayi, menghiburnya saat menangis, wajah bayi yang penuh senyum dan kehangatan saat bersama orang tua dan menangis jika berpisah. Kasih sayang orang tua yang kuat dapat meningkatkan keterampilan sosial dan kognitif anak.  Kekerasan identik dengan hukuman fisik. Terkadang orangtua tidak sengaja melakukan perlakuan keras, hal ini memiliki konsekuensi negatif baik terhadap perkembangan kognisi maupun perkembangan sosio-emosional anak.
3. Gaya pengasuhan orangtua. Ada tiga tipe pengasuhan orang tua yaitu otoriter, permisif dan otoritatif.
        Kesesuaian antara bayi dan pengasuh
        Dalam proses interaksi antara pengasuh dan anak, bisa saling mempengaruhi dan menyesuaikan diri satu sama lain yang dapat menimbulkan persesuaian diantara keduanya. Ketidakcocokan akan menimbulkan dampak negatif yang serius dalam perkembangan anak, misalnya anak stress, murung, frustasi dan bahkan menimbulkan rasa kebencian. Yang paling penting untuk dipahami oleh pengasuh adalah tangisan bayi.
        Temperamen bayi
        Cara berperilaku bayi yang dipengaruhi oleh aspek genetis dan lingkungan. Ada tiga gaya berperilaku bayi yaitu bayi yang mudah, sulit, dan lamban. Bayi yang mudah memiliki keteraturan, adaptif, bahagia, mau mendekati objek baru. Bayi yang sulit cenderung tidak teratur, sering menangis, sulit beradaptasi. Bayi yang lamban cenderung kurang adaptif, menarik diri, kurang aktif, respon kurang.
        Perlakuan guru di sekolah
                Disekolah guru adalah perencana dan bertanggung jawab utama kegiatan-kegiatan di sekolah sehingga bagaimana lingkungan sekolah itu berpengaruh terhadap anak sangat tergantung kepada apa yang mereka perbuat disekolah. Pengaruhnya tidak hanya mengembangkan kognitif anak, melainkan juga pengalaman-pengalaman interaksioanal guru dengan anak. Guru bisa menjadi idola dan bisa pula sebaliknya.
v  Hubungan pertemanan (rekan sebaya)
              Hubungan pertemanan ini ditandai dengan semakin  terlibatnya anak dalam aktifitas atau interaksi dengan teman sebaya. Dua faktor yang mendorong anak menjalin hubungan pertemanan. Pertama adalah adanya perangkat keterampilan fisik dan komunikasi oleh anka sehingga memungkinkan ia untuk lebih memperluas jaringan hubungan dengan orang lain. Kedua, karena kelompok teman sebaya dapat memenuhi kebutuhan sosial anak.
              Adanya kesamaan minat, harapan, pola pikir, dsb yang dapat membuat anak senang dan puas yang tidak dapat diperoleh dari orangtua atau orang dewasa. Sejalan dengan bertambahnya usia, anak akan lebih banyak menggunakan waktu bersama dengan teman sebayanya.
Unsur determinasi yang mempengaruhi hubungan pertemanan sebagai perkembangan sosio-emosional anak :
1.   Kesamaan usia : memungkinkan anak untuk memiliki minat-minat dan tema-tema pembicaraan atau kegiatan yang sama sehingga mendorong terjalinnya hubungan pertemanan.
2.   Situasi :  misalnya pemilihan permainan kompetitif atau kooperatif yang akan menggunakan orang / objek tertentu.
3.   Keakraban :  keakraban dapat mendorong munculnya perilaku yang kondusif bagi ternbentuknya persahabatan.
4.   Ukuran kelompok : bila jumlah anak dalam kelompok sedikit maka interaksi cenderung lebih intens, baik, berpengaruh.
5.   Perkembangan kognitif anak : anak yang kemampuan kognitifnya meningkat, hubungan pertemannya juga meningkat. Anak akan dipercaya sebagai pemimpin dan memghadapi persoalan yang perlu dipecahkan.

B. Perkembangan Identitas diri (self identity)
            Menurut Erikson, identitas diri seseorang terbentuk melalui perkembangan proses krisis psikososial. Setiap individu akan dihadapkan pada krisis-krisis kehidupan dalm setiap fase perkembangannya jika individu mampu mengatasi krisis-krisisnyang dihadapinta, maka ia akan memiliki kepribadian yang sehat atau terintegrasi dan kemampuan untuk menguasai lingkungan. Krisis yang dialami dialami oleh bayi hingga masa anak yaitu :
1. Kepercayaan vs ketidakpercayaan (basic trust vs basic mistrust)
            Mencakup kepercayaan dan perasaan bahwa dirinya dipercayai dan ada keterkaitan antara kebutuhan-kebutuhan dirinya dengan lingkungannya. Kepercayaan pada bayi akan terbentuk jika orang tua dan orang dewasa memenuhi kebutuhannya. Begitupun jika sebaliknya. Rasa tidak percaya pada bayi juga harus tetap ada tetapi tidak boleh berlebihan, guna mendeteksi hal-hal buruk yang akan membahayakan dirinya.
2. Kemandirian vs malu dan keraguan
            Bila anak diberi kesempatan yang cukup atas kemampuannya dan mendapat bimbingan maka ia akan bersikap mandiri. Sebaliknya jika anak dipaksakan dengan apa yang tidak sesuai dengan kemampuannya, ia akan ragu dan malu dalam berbuat.
3. Inisiatif vs merasa berdosa
            Dalam mengidentifikasi dirinya, anak mulai berinisiatif jika dia diberi kesempatan. Namun jika dia ditegur atau dikekang maka anak akan merasa serba salah atau merasa berdosa.
4. Mampu berkarya vs inferioritas
            Pengalaman keberhasilan yang diperoleh anak akan akan timbul rasa percaya pada diri anak bahwa ia dapat berkarya. Namun jika anak banyak kegagalan, dia akan cenderung merasa tidak percaya diri dan merasa bahwa dirinya tidak berani (inferior).

C. Perkembangan Kesadaran Identitas Jenis Kelamin (Gender Identity)         
Kesadaran identitas jenis kelamin (gender identity) adalah kesadaran anak tenteng konsep peran pria dan wanita dalam kehidupan.
Dari aspek biologis, adanya perbedaan anatomis dan hormon antara pria dan wanita. Pria cenderung lebih agresif dan instrusif sedangkan wanita bersifat inslusif dan pasif. Dari aspek social, anak mempelajarinya melalui peniruan dan observasi terhadap perilaku orang lain. Dari aspek media massa, melalui media massa akan mempengaruhi perkembangan peran seks. Dan yang terakhir dari aspek pengaruh perkembangan kognitif. Seiring dengan perkembangan kognitifnya anak terus didorong untuk tetap konsisten berperilaku sesuai dengan peran jenis kelamin yang ada dibenaknya tersebut.
·         Perbedaan peran jenis kelamin
           Dalam aspek kognitif dan prestasi, ada kecenderungan (meski belum meyakinkan) bahwa kemampuan verbal wanita lebih tinggi daipada pria. Dalam segi sosial dan kepribadian, pria cenderung lebih agresif dan aktif sedangkan wanita lebih mampu menbaca emosi orang lain, toleran dan peduli.
·         Pembentukan tipe peran jenis kelamin
           Anak-anak akan peka terhadap aktivitas yang sesuai dengan peran jenis kelaminnya. Model-model yang diamati oleh mereka akan berpengaruh untuk melakukan peniruan. Misalnya saja dalam hal memilih permainan, teman bermain, pemilihan baju, gaya rambut, nama, cara berkomunikasi, dll.
·         Klasifikasi peran jenis kelamin
           Anggapan yang lazim diterima bahwa anak laki-laki harus tumbuh menjadi maskulin dan anak perempuan tumbuh menjadi feminim.



D. Perkembangan Moral
            Pengertian moral mengacu pada aturan-aturan umum mengenai baik-buruk dan benar-salah yang berlaku di masyarakat secara luas dan bagaimana orang seharusnya dengan dunia sosialnya. Anak dituntut untuk dapat mematuhinya. Perubahan dalam pengetahuan dan pemahamannya dipandang sebagai perkembangan moral.
1. Perkembangan moral anak menurut Piaget
            Dalam hal ini, ia memfokuskan pada aspek cara berfikir anak tenteng isu-isu moral. Menurutnya anak berfikir melalui 2 cara yaitu cara heteronomus dan moralitas otonomus. Tahap heteronomus, anak menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-sifat lingkungan yang tidak berubah dan lepas dari kendali manusia. Tahap moralitas otonomus, anak sudah mengetahui bahwa aturan dan hukum diciptakan manusia. Saat anak-anak berkembang, mereka mengalami kemajuan dalam pemahaman tentang masalah-masalah sosial melalui interaksi teman sebaya untuk penalaran moralnya.
2. Perkembangan moral menurut Kohlberg
            Pendekatannya memilih untuk mendalami struktur berfikir yang terlibat dalam penalaran moral. Ada 6 tahap dalam perkembangan penalaran moral yang dibagi menjadi 3 level :
     level 1: penalaran moral prakonvensional
Pada level paling dasar, penalaran moral dikendalikan pada faktor eksternal. Pertimbangan moral anak pada usia ini didasarkan pada akibat-akibat yang bersifat fisik dan atau bersifat hedonistik. Sesuatu dianggap benar jika menyenangkan dan dianggap jelek atau salah jika menyakitkan.
o  tahap 1: orientasi kepatuhan dan hukuman
Suatu tindakan dinilai benar atau salah tergantung dari akibat hukuman yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Misalnya, anak dapat menganggap seorang dokter jahat karena persepsinya bahwa dokter suka menyakiti.
o  tahap 2: orientasi individualisme dan instrumental
Pada tahap ini, suatu tindakan dianggap benar jika berkaitan dengan kejadian eksternal yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan dirinya atau kebutuhan seorang yang sangat dekat hubungannya dengan yang bersangkutan. Mengarah pada suatu peralihan perspektif yaitu melibatkan orang lain.
     level 2: penalaran konformis interpersonal
Pada level ini, penalaran moral mengacu kepada tindakan seperti yang diharapkan oleh orang lain. Tindakan dinilai benar jika sesuai dengan aturan yang berlaku di kelompok.
o  tahap 3: orientasi konformis interpersonal
Terfokus pada apa yang diyakini oleh kebanyakan orang sebagai kebaikan/kebenaran. Keinginan utnutk dipandang sebagai anak baik-baik oleh orang lain. Adanya aturan dalam masyarakat membuat anak mematuhi aturan tersebut sehingga dirinya mendapat penghargaan.
o  tahap 4: orientasi hukum dan aturan
Tahap ini, adanya aturan-aturan yang lebih formal dalam masyarakat. Kegiatan bermoral apabila sesuai dengan pemeliharaan aturan masyarakat dan memungkinkan lembaga menjalankan fungsinya. Individu melaksanakan aturan tersebut sebagai tugas dan kewajiban.
     level 3: penalaran moral pascakonvensional
Pada level ini, beranggapan bahwa dalam aturan-aturan sosial itu ada unsur-unsur yang dapat berubah dan bersifat subjektif, tergantung pada kondisinya.
o  tahap 5: orientasi kontrak sosial
Pada tahap ini, ada suatu hubungan timbal balik sebagai hasil dari individu dengan masyarakat untuk melindungi hak-hak asasi manusia.
o  tahap 6: orientasi etis universal
Adanya pemahaman lebih tajam tentang subyektifitas aturan-aturan social. Pada tahap ini melibatkan prinsip-prinsip moral yang transeden dan universal yang bersumber dari kata hati. Seseorang harus hidup dengan hatinya yang menjadi sumber tertinggi dari pertimbangan-pertimbangan moral.

E. IMPLIKASI BAGI PERKEMBANGAN LINKUNGAN BELAJAR YANG KONDUSIF
               Perkembangan aspek sosioemosional anak pada usia SD masih perlu diperhatikan misalnya untuk menghadapi anak yang bermasalah diperlukan perhatian dan penyediaan layanan bimbingan khusus dari pihak sekolah kepada yang bersangkutan. Perlu adanya upaya pengembangan kesadaran sosioemosi anak dan juga upaya penciptaan kondisi yang memberi kesempatan kepada setiap anak untuk mengembangkan dan mengekspresikan emosinya secara wajar sesuai dengan kultur yang berlaku dengan disertai contoh kongkrit dari guru dalam perilaku sehari-hari.
               Menonjolnya peran teman sebaya bagi anak SD juga perlu diperhatikan agar anak dapat lebih terarahkan. Berkenaan dengan perkembangan identitas diri dan identitas peran jenis kelamin, sekolah perlu menyelaraskan kondisi lingkungan sekolah dan perlakuan yang diberikan sesuai dengan kondisi anak.





sejarah dan kedudukan bahasa indonesia

Diambil dari berbagai sumber dan merupakan hasil tugas kelompok. Sertakan URL jika copy paste..


SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

  1. SEJARAH BAHASA INDONESIA
Sejarah tumbuh dan berkembangnya Bahasa Indonesia tidak lepas dari Bahasa Melayu. Dimana Bahasa melayu sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan. Bahasa melayu tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga digunakan hampir diseluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Prasasti-prasasti kuno dari kerjaan di indonesia yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Melayu. Dan pada saat itu Bahasa Melayu telah berfungsi sebagai :
1.      Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan satra
2.      Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia
3.      Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di indonesia mapupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
4.      Bahasa resmi kerajaan.
Jadi jelaslah bahwa bahasa indonesia sumbernya adalah bahasa melayu.
 Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayu lah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Onktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”  Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.
Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia.
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1.            Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
2.            Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3.            Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4.            Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Peristiwa-Peristiwa Penting Yang Berkaitan Dengan Bahasa Indonesia.
Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia dapat dirinci sebagai berikut :
1.      Tahun 1801 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2.      Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3.      Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kayo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad (dewan rakyat), seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
4.      Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi pengokohan bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan.
5.      Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
6.      Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
7.      Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
8.      Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
9.      Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
10.  Tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
11.  Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
12.  Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
13.  Tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
14.  Tanggal 21 – 26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
15.  Tanggal 28 Oktober – 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
16.  Tanggal 28 Oktober – 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
17.  Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
Masa Pergerakan Nasional
         Dengan timbulnya pergerakan nasional terasa perlu adanya suatu bahasa nasional untuk mengikat bermacam-macam suku bangsa Indonesia. Oleh karena itumereka mencari bahasa yang dapat dipahami daan dipakai oleeh semua orang. Pada tahun 1908 pemerintah colonial mendirikan suatu komisi yang disebut Comissie Voor de Volkslectuur diketuai oleh Dr. G. A. J. Hazeu. Kemudian komisi ini diubah namanya menjadi balai pustaka pada tahun 1917. Kegiatan badan ini membantu penyebaran dan pendalaman bahasa melayu karena menerbitkan buku-buku murah berbahasa melayu. Pada tanggal 25 Juni 1918, dengan ketetapan  ratu Belanda, anggota dewan rakyat diberi kebebasan untuk mempergunakan bahasa melayu dalam Volksraad. Kesempatan ini kemudian ternyata tidak digunakan semestinya. Mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa di Indonesia maka pada tahun 1926 Jong Java merasa perlu mangakui suatu bahasa daerah sebagai media penghubung semua pemuda Indonesia. Bahasa melayu dipilih menjadi bahasa pengantara. Pemuda-pemuda di Sumatra sudah lebih dulu mengatakan dengan tegas hasrat mereka agar bahasa melayu dipakai sebagai bahasa persatuan.
         Pada akhirnya tanggal 28 Oktober 1928 diadakan kongres pemuda Indonesia II di Jakarta. Pada kongres tersebut diadakan ikrar bersama yang terkenal dengaan nama Sumpah Pemuda, yang isinya sebagai berikut :
1.      Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
2.      Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3.      Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

            Beberapa faktor yang dijadikan landasan pemilihan bahasa melayu sebagai dasar bahasa nasional adalah :
1.   Bahasa tersebut telah tersebar luas diseluruh wilayah Indonesia.
2.   Diterima oleh semua suku bangsa yang ada di seluruh Indonesia.
3.   Demoktratis, maksudnya tidak membedakan tingkatan-tingkatan dalam pemakaian.
4.   Reseptif, mudah menerima pengaruh bahasa lain, baik dari bahasa serumpun maupun tidak. Faktor ini sangat menguntungkan yaitu mempercepat perkembangan bahasa Indonesia itu pada masa-masa mendatang.
            Alasan yang dikemukakan tentang pemilihan Bahasa Melayu menjadi bahasa kebangsaan ialah :
1. Bahasa Melayu dalam berbagai ragamnya, sekuran-kurangnya sejak abad ini. Berfungsi sebagai bahasa komunikasi luas (Lingua Franca) antar kelompok etnis.
2. Walaupun jumlah penuturnya tidak sebanyak penutur bahasa terkemuka tetapi memilki daerah persebaran yang paling luas diantara bahasa nusantara.
3. Bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa Nusantara yang lain sehingga tidak dianggap bahasa asing.
4. Secara psikologis, Bahasa Melayu di Hindia Belanda merupakan bahasa ibu golongan yang kecil dsan secara social budaya tidak dominan pada waktu itu, maka pemilihan bahasa melayu menjadi bahasa persatuan tidak menimbulkan perasaan kalah terhadap golongan yang lebih kuat.
B.     KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional di ikrarkan pada 28 Oktober 1928 yaitu hari “Sumpah Pemuda” yang memilki fungsi-fungsi sebagai;
1.      Lambang identitas Nasional.
2.      Lambang kebanggaan kebangsaan.
3.      Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.
4.      Alat pemersatu bangsa yang berbeda suku, agama, ras, adat istiadat dan budaya.
Hasil perumusan seminar politik bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tangal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan berdasarkan Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara adalah;
1.      Sebagai bahasa resmi kenegaraan.
2.      Sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan.
3.      Sebagai penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
4.      Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan Teknologi.
Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.
Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menunaikan tugas pemerintahan diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap presiden kita, Soeharto yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan kapan pun selama beliau mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah.
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan tersebut, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.
Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua.
Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
1.      Perbedaan dari Segi Wujudnya
Perbedaan secara khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku.
2.         Perbedaan dari Proses Terbentuknya
         Dari proses terbentuknya latar belakang timbulnya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah srana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa  Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.
Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat.
Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.
3.      Perbedaan dari Segi Fungsinya
Fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu.
Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat penghubung antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air Indonesia. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggota yang berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak peduli apakah dia lancar berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak peduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku, karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia. Sedangkan seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.
C.    SIKAP/PENILAIAN TERHADAP BAHASA INDONESIA
Dalam perkembangan bahasa Indonesia, pemilikan bahasa nasional telah menimbulkan beberapa secara sikap negative terhadap bahasa Indonesia yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan. Sikap negative tersebut antara lain :
1.         Menganggap bahasa Indonesia ada secara alamiah
Anggapan tersebut dalam arti suatu bahasa yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan proses pertumbuhan bahasa itu dengan sejarah pemiliknya. Dengan adanya hal tersebut, akan terjadilah kesinambungan dan penyerapan yang kuat serta rasa setia bahasa antara kegiatan-kegiatan kejiwaan bangsa itu dan bahasanya. Pemilihan kata, penggunaan unsure-unsur tata bahasa, atau pun pemakaian unsur-unsur bahasa yang lain akan tumbuh dengan sendirinya pada waktu mereka itu berbahasa. Oleh karena itu, pembinaan tidak perlu dilakukan secara berencana.
2.         Menganggap bahasa Indonesia itu mudah
Bahasa Indonesia bagi sebagian besar bangsa Indonesia adalah bahasa kedua. Tetapi karena bahasa Indonesia adalah bahasa nasional maka bangsa Indonesia dapat dengan mudah menggunakannya. Mudahnya menggunakan bahasa Indonesia, mengakibatkan masyarakat enggan dalam mempelajarinya dengan sungguh-sungguh karena mereka hanya sebatas alat perhubungan belaka dan tidak pernah meningkat sebagai sarana berfikir dan mengutarakan gagasan-gagasan yang bersifat ilmiah dan modern.
3.      Menganggap bahasa Indonesia lebih rendah daripada bahasa asing
              Perkembangan ilmu penegtahuan saat ini dikuasai oleh bangsa-bangsa Barat maka wajar apabila bahasa mereka mempengaruhi bahasa kita. Akhirnya masuklah istilah-istilah atau kata-kata asing ke dalam bahasa Indonesia karena bahsa Indonesia memiliki sifat reseptif.
Dari hal itu, muncul anggapan kurang baik terhadap bahaasa Indonesia. Bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang miskin karena tidak mendukung pengetahuan modern.  Untuk itu, hasrat orang-orang untuk mempelajari bahasa asing akan lebih tinggi. Apalagi jika dilihat dari dampak social bahwa orang-orang yang mampu berbahsa asing itu lebih baik, hal ini lebih menurunkan lagi derajat bahasa Indonesia.
Beberapa sikap positif yang dituntut untuk seluruh warga Indonesia, antara lain:
1.      Merasa bangga berbahasa nasional bahasa Indonesia
              Bahasa Indonesia merupakan satu diantara beberapa Negara yang kepemilikannya dengan cara mengembangkan sendiri satu diantara bahasa bahasa daerah suku bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia sering digunakan di bidan bidan ilmu pengetahuan, baik ilmu social maupun eksakta, baik ilmu murni maupun terapan. Bahasa Indonesia adalah bahasa budaya yang kreatif dan mampu menyejajarkan dirinya dengan bahasa bahasa asing lainnya.
2.      Mempunyai rasa setia bahasa
        Kita sebagai warga Negara Indonesia dituntut tetap mempertahankan kepribadian itu dan menjauhkannya dari pengaruh bahasa bahasa lain yang tidak terlalu diperlukan.
Berbahasa Indonesia pada setiap kesempatan dengan mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku sesuai dengan situasinya merupakan kewajiban kita sebagai perwujudan rasa setia terhadap bahasa Indonesia.
3.            Merasa bertanggung jawab atas perkembangan bahasa Indonesia
              Kita sebagai warga Negara Indonesia diharapkan dapat membina dan mengembangkan bahasa Indonesia agar bukan saja mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, melainkan kalau mungkin mendudukkan bahasa Indonesia tersebut sebagai bahasa yang baik di mata dunia dan diantara bahasa bahasa lain di dunia.

wibiya widget