SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
- SEJARAH BAHASA INDONESIA
Sejarah tumbuh dan berkembangnya Bahasa Indonesia tidak lepas dari Bahasa
Melayu. Dimana Bahasa melayu sejak dahulu telah digunakan
sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan. Bahasa melayu
tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga digunakan hampir
diseluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya
Prasasti-prasasti kuno dari kerjaan di indonesia yang ditulis dengan menggunakan
Bahasa Melayu. Dan pada saat itu Bahasa Melayu telah berfungsi sebagai :
1.
Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa
buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan satra
2.
Bahasa Perhubungan (Lingua Franca)
antar suku di Indonesia
3.
Bahasa Perdagangan baik bagi suku
yang ada di indonesia mapupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
4.
Bahasa resmi kerajaan.
Jadi
jelaslah bahwa bahasa indonesia sumbernya adalah bahasa melayu.
Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional
merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.
Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa
: “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayu
lah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Secara
Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada
Sumpah Pemuda tanggal 28 Onktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga
ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia.” Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia
diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.
Mengapa
Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia.
Ada empat
faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1.
Bahasa Melayu sudah merupakan lingua
franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
2.
Sistem bahasa Melayu sederhana,
mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa
(bahasa kasar dan bahasa halus).
3.
Suku jawa, suku sunda dan suku suku
yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional
4.
Bahasa melayu mempunyai kesanggupan
untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Peristiwa-Peristiwa
Penting Yang Berkaitan Dengan Bahasa Indonesia.
Peristiwa-peristiwa
penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia dapat dirinci
sebagai berikut :
1.
Tahun 1801 disusunlah ejaan resmi
bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2.
Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan
sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de
Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah
menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti
Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di
kalangan masyarakat luas.
3.
Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek
Kayo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya
dalam sidang Volksraad (dewan rakyat), seseorang berpidato menggunakan bahasa
Indonesia.
4.
Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi
pengokohan bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan.
5.
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan
sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh
Sutan Takdir Alisyahbana.
6.
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana
menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
7.
Tanggal 25-28 Juni 1938
dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat
disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah
dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
8.
Tanggal 18 Agustus 1945
ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36)
menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
9.
Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan
penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
10. Tanggal 28
Oktober – 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan.
Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.
11. Tanggal 16
Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di
hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun
1972.
12. Tanggal 31
Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi
berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
13. Tanggal 28
Oktober – 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di
Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang
ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa
Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia.
14. Tanggal 21 –
26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta.
Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang
ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat
tercapai semaksimal mungkin.
15. Tanggal 28
Oktober – 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia
dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei
Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu
ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 28
Oktober – 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di
Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta
tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong,
India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.
Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan
statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya
Undang-Undang Bahasa Indonesia.
17. Tanggal
26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan
Bahasa.
Masa
Pergerakan Nasional
Dengan timbulnya pergerakan nasional
terasa perlu adanya suatu bahasa nasional untuk mengikat bermacam-macam suku
bangsa Indonesia. Oleh karena itumereka mencari bahasa yang dapat dipahami daan
dipakai oleeh semua orang. Pada tahun 1908 pemerintah colonial mendirikan suatu
komisi yang disebut Comissie Voor de Volkslectuur diketuai oleh Dr. G. A. J. Hazeu.
Kemudian komisi ini diubah namanya menjadi balai pustaka pada tahun 1917.
Kegiatan badan ini membantu penyebaran dan pendalaman bahasa melayu karena
menerbitkan buku-buku murah berbahasa melayu. Pada tanggal 25 Juni 1918, dengan
ketetapan ratu Belanda, anggota dewan
rakyat diberi kebebasan untuk mempergunakan bahasa melayu dalam Volksraad.
Kesempatan ini kemudian ternyata tidak digunakan semestinya. Mengingat
kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa di Indonesia maka
pada tahun 1926 Jong Java merasa perlu mangakui suatu bahasa daerah sebagai
media penghubung semua pemuda Indonesia. Bahasa melayu dipilih menjadi bahasa
pengantara. Pemuda-pemuda di Sumatra sudah lebih dulu mengatakan dengan tegas
hasrat mereka agar bahasa melayu dipakai sebagai bahasa persatuan.
Pada akhirnya tanggal 28 Oktober 1928
diadakan kongres pemuda Indonesia II di Jakarta. Pada kongres tersebut diadakan
ikrar bersama yang terkenal dengaan nama Sumpah Pemuda, yang isinya sebagai
berikut :
1. Kami
putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
2. Kami
putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami
putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Beberapa faktor yang dijadikan landasan pemilihan bahasa
melayu sebagai dasar bahasa nasional adalah :
1. Bahasa
tersebut telah tersebar luas diseluruh wilayah Indonesia.
2. Diterima
oleh semua suku bangsa yang ada di seluruh Indonesia.
3. Demoktratis,
maksudnya tidak membedakan tingkatan-tingkatan dalam pemakaian.
4. Reseptif,
mudah menerima pengaruh bahasa lain, baik dari bahasa serumpun maupun tidak.
Faktor ini sangat menguntungkan yaitu mempercepat perkembangan bahasa Indonesia
itu pada masa-masa mendatang.
Alasan yang dikemukakan tentang
pemilihan Bahasa Melayu menjadi bahasa kebangsaan ialah :
1.
Bahasa Melayu dalam berbagai ragamnya, sekuran-kurangnya sejak abad ini.
Berfungsi sebagai bahasa komunikasi luas (Lingua Franca) antar kelompok etnis.
2.
Walaupun jumlah penuturnya tidak sebanyak penutur bahasa terkemuka tetapi
memilki daerah persebaran yang paling luas diantara bahasa nusantara.
3.
Bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa Nusantara yang lain sehingga tidak
dianggap bahasa asing.
4.
Secara psikologis, Bahasa Melayu di Hindia Belanda merupakan bahasa ibu
golongan yang kecil dsan secara social budaya tidak dominan pada waktu itu,
maka pemilihan bahasa melayu menjadi bahasa persatuan tidak menimbulkan
perasaan kalah terhadap golongan yang lebih kuat.
B.
KEDUDUKAN
DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional di
ikrarkan pada 28 Oktober 1928 yaitu hari “Sumpah Pemuda” yang memilki
fungsi-fungsi sebagai;
1.
Lambang identitas Nasional.
2.
Lambang kebanggaan kebangsaan.
3.
Bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi.
4.
Alat pemersatu bangsa yang
berbeda suku, agama, ras, adat istiadat dan budaya.
Hasil perumusan seminar politik bahasa Nasional yang
diselenggarakan di Jakarta pada tangal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan
berdasarkan Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara adalah;
1.
Sebagai bahasa resmi
kenegaraan.
2.
Sebagai alat pengantar dalam
dunia pendidikan.
3.
Sebagai penghubung pada tingkat
Nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemerintah, dan
4.
Sebagai pengembangan kebudayaan
Nasional, Ilmu dan Teknologi.
Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab
minimal empat fungsi itulah memang sebagai ciri penanda bahwa suatu bahasa
dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.
Pemakaian
pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran
ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI
1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan
surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya
dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau
dalam rangka menunaikan tugas pemerintahan diucapkan dan dituliskan dalam bahasa
Indonesia. Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap presiden kita,
Soeharto yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan kapan
pun selama beliau mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah.
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia
dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman
kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan,
beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa
ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik
yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan tersebut, maka materi pelajaran
yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat
dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya
sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan perkembangan
bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).
Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek
yang sejajar dengan bahasa Inggris.
Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada
tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah
dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya
diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa.
Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang
disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua.
Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan
kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali
manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat
Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat disebarluaskan
kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa
Indonesia. Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern.
Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik
melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun
media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini
mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis
lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
Perbedaan Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Negara/Resmi
1. Perbedaan
dari Segi Wujudnya
Perbedaan secara
khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan
oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan
kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan
administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain.
Akan tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang
berciri baku.
2.
Perbedaan dari Proses
Terbentuknya
Dari
proses terbentuknya latar belakang timbulnya kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara
jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra
Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan
suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar
diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu
adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah
pentingnya adalah srana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan
kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia
yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa
nasional.
Berbeda halnya
dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa
Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir
seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di
samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai
bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi,
seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu
menerimanya dengan suara bulat.
Dengan demikian
jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut dilatarbelakangi
oleh proses pembentukan yang berbeda.
3. Perbedaan
dari Segi Fungsinya
Fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan tanggung jawab
kita terhadap pemakaian fungsi itu.
Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi
dipakai sebagai alat penghubung antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa
Indonesia yang hidup di wilayah tanah air Indonesia. Sehubungan dengan itu,
apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di wilayah Indonesia dan
mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk
menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini.
Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi karena dia warga negara Indonesia
dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada
saat dia memberikan penataran kepada anggota yang berkewajiban moral untuk
menggunakan bahasa Indonesia. Tidak peduli apakah dia lancar berbahasa
Indonesia atau tidak. Tidak peduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina yang
berwarga negara Indonesia ataukah tidak.
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia
sebagai penghubung antarsuku, karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di
wilayah Indonesia. Sedangkan seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara Indonesia yang menjalankan
tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.
C. SIKAP/PENILAIAN TERHADAP
BAHASA INDONESIA
Dalam perkembangan
bahasa Indonesia, pemilikan bahasa nasional telah menimbulkan beberapa secara
sikap negative terhadap bahasa Indonesia yang sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan. Sikap negative tersebut antara lain :
1.
Menganggap bahasa Indonesia ada
secara alamiah
Anggapan tersebut
dalam arti suatu bahasa yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan proses
pertumbuhan bahasa itu dengan sejarah pemiliknya. Dengan adanya hal tersebut,
akan terjadilah kesinambungan dan penyerapan yang kuat serta rasa setia bahasa
antara kegiatan-kegiatan kejiwaan bangsa itu dan bahasanya. Pemilihan kata,
penggunaan unsure-unsur tata bahasa, atau pun pemakaian unsur-unsur bahasa yang
lain akan tumbuh dengan sendirinya pada waktu mereka itu berbahasa. Oleh karena
itu, pembinaan tidak perlu dilakukan secara berencana.
2.
Menganggap bahasa Indonesia itu
mudah
Bahasa
Indonesia bagi sebagian besar bangsa Indonesia adalah bahasa kedua. Tetapi
karena bahasa Indonesia adalah bahasa nasional maka bangsa Indonesia dapat
dengan mudah menggunakannya. Mudahnya menggunakan bahasa Indonesia,
mengakibatkan masyarakat enggan dalam mempelajarinya dengan sungguh-sungguh
karena mereka hanya sebatas alat perhubungan belaka dan tidak pernah meningkat
sebagai sarana berfikir dan mengutarakan gagasan-gagasan yang bersifat ilmiah
dan modern.
3.
Menganggap bahasa Indonesia
lebih rendah daripada bahasa asing
Perkembangan ilmu penegtahuan saat ini dikuasai oleh
bangsa-bangsa Barat maka wajar apabila bahasa mereka mempengaruhi bahasa kita.
Akhirnya masuklah istilah-istilah atau kata-kata asing ke dalam bahasa
Indonesia karena bahsa Indonesia memiliki sifat reseptif.
Dari hal itu, muncul
anggapan kurang baik terhadap bahaasa Indonesia. Bahasa Indonesia dianggap
sebagai bahasa yang miskin karena tidak mendukung pengetahuan modern. Untuk itu, hasrat orang-orang untuk
mempelajari bahasa asing akan lebih tinggi. Apalagi jika dilihat dari dampak
social bahwa orang-orang yang mampu berbahsa asing itu lebih baik, hal ini
lebih menurunkan lagi derajat bahasa Indonesia.
Beberapa sikap
positif yang dituntut untuk seluruh warga Indonesia, antara lain:
1.
Merasa bangga berbahasa
nasional bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia merupakan satu diantara beberapa Negara yang kepemilikannya dengan
cara mengembangkan sendiri satu diantara bahasa bahasa daerah suku bangsa
Indonesia. Bahasa Indonesia sering digunakan di bidan bidan ilmu pengetahuan,
baik ilmu social maupun eksakta, baik ilmu murni maupun terapan. Bahasa
Indonesia adalah bahasa budaya yang kreatif dan mampu menyejajarkan dirinya
dengan bahasa bahasa asing lainnya.
2.
Mempunyai rasa setia bahasa
Kita sebagai warga Negara Indonesia
dituntut tetap mempertahankan kepribadian itu dan menjauhkannya dari pengaruh
bahasa bahasa lain yang tidak terlalu diperlukan.
Berbahasa Indonesia
pada setiap kesempatan dengan mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku sesuai dengan
situasinya merupakan kewajiban kita sebagai perwujudan rasa setia terhadap
bahasa Indonesia.
3.
Merasa bertanggung jawab atas
perkembangan bahasa Indonesia
Kita
sebagai warga Negara Indonesia diharapkan dapat membina dan mengembangkan
bahasa Indonesia agar bukan saja mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern, melainkan kalau mungkin mendudukkan bahasa Indonesia
tersebut sebagai bahasa yang baik di mata dunia dan diantara bahasa bahasa lain
di dunia.
0 comments:
Post a Comment