Monday 5 December 2011

manusia dan pendidikan

Diambil dari berbagai sumber dan merupakan tugas kelompok.

1.      Hakekat Manusia dan Pendidikan
-          Hakekat Manusia
Manusia lahir dengan segala potensi untuk berkembang, baik sebagai makhluk pribadi, sosial, maupun makhluk Tuhan. Pandangan seperti itu sejalan dengan pandangan Pancasila sebagai pandangan dan cara hidup bangsa Indonesia yang melihat manusia sebagai suatu keutuhan yang berdimensi banyak.
Pengertian manusia sebagai makhluk pribadi mengandung makna bahwa manusia itu berbeda satu sama lain. Dia bersifat unik baik dalam cara berfikir, merasa berkemerdekaan untuk mengembangkan diri ke arah bagaimana dia mampu menjadi.
Sebagai makhluk sosial berada dengan sesama dan dalam kebersamaannya dengan orang lain. Interaksi manusia di dalam kelompok atau masyarakat akan membentuk kepribadiannya, dan peran-peran yang dimainkan individu di dalam kelompok merupakan perpaduan dari karakteristik pribadi dan situasi di dalam kelompok atau masyarakatnya.
Prinsip individu di dalam masyarakat mengandung arti bahwa keragaman manusia tidak dapat dibiarkan berbenturan dan kacau. Manusia selalu dihadapkan kepada dilema antara dorongan untuk memenuhi keinginan dan tuntutan tanggungjawab sosial. Oleh karena itulah di dalam kehidupan manusia diperlukan prinsip dan tujuan yang mengendalikan keragaman itu. (Halifah Abdul Hakim, 1986:169). Prinsip dan tujuan yang dimaksud adalah nilai-nilai universal baik yang tumbuh dari kehidupan bermasyarakat maupun yang bersumber dari ajaran agama.
Kehidupan manusia sebagai pribadi akan selalu berada di dalam kelompok dan dia tidak pernah bepikir dan berperilaku dalam kevakuman sosial dan nilai. Manusia selalu harus Memelihara keselarasan dan keseimbangan antara diri dan lingkungan.
Prinsip hidup selaras dan seimbang di dalam filsafat pancasila mengandung makna bahwa manusia itu adalah makhluk sosial religius. Artinya apa yang dia pikirkan dan dia lakukan sebagai perwujudan dari kebebasan dan kemerdekaan dirinya selalu diikat oleh tanggungjawab baik secara moral maupun religius sesuai dengan agama, nilai, dan kepercayaan yang dianutnya. Prinsip ini merupakan esensi pandangan tentang manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, dan makhlik Tuhan dalam masyarakat pancasila.
Manusia mengembangkan diri atas kemerdekaan pikiran dan kehendak dengan dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan dan kemasyarakatan, di dalam tatanan kehidupan bersama yang tertuju kepada pencapaian kondisi kehidupan yang sejalan dengan potensinya. Secara eksistensial manusia dalam proses menjadi (becoming), di mana secara manusia terus-menerus mengembangkan seluruh potensi yang ada pada dirinya, menuju pencapaian keberadaan diri (being) sebagai makhluk pribadi, sosial, dan makhluk Tuhan. Konsep menjadi dan berada ini mengandung arti bahwa proses hidup manusia adalah proses belajar.
Bronowski (1974, bab 13) menjelaskan bahwa manusia itu memiliki long childhood dalam arti memiliki masa belajar yang panjang. Artinya, manusia itu memiliki fleksibilitas dan plastisitas dan berperilaku dan berpikir.
Dalam konsep yang dikemukakan Bronowski itu terkandung makna bahwa dalam diri manusia terkandung suatu kemampuan inisiatif yang amat hebat dan dapat mengembangkan, meningkatkan, dan bahkan mengubah kehidupan manusia kearah yang lebih baik dan bermutu.
Apa yang digambarkan diatas mengandung makna bahwa manusia adalah makhluk etis yang bertanggungjawab atas terintegrasinya penguasaan ilmu pengetahuan dengan tuntutan tanggungjawab sosial dan moral. Dalam kondisi imperatif seperti itu manusia sering dihadapkan kepada apa yang oleh Bronowski digambarkan sebagai konflok klasik antara kepemimpinan intelektual (intellectual leadership) dengan otoritas kekuasaan (civil authority).
Jika dikaitkan dalam praktek pendidikan, khususnya pendidikan di SD konflik di atas dapat dianalogikan sebagai konflik antara hasrat anak untuk berekspresi dan berimajinasi pada anak dengan kekuasaan atau otoritas guru.
Proses globalisasi plastisitas dan fleksibilitas berfikir bahwa manusia adalah faktor penting karena menjadi 1. Sumber kekuatan terjadinya globalisasi, 2. Dan sekaligus sebagai instrumen yang ampuh untuk mempertahankan dan meningkatkan eksistensi dan martabat di dalam kehidupan global.

-          Hakekat Pendidikan
Kegiatan melatih atau membiasakan anak adalah hal yang sering dilakukan dalam proses pendidikan. Mendidik anak bertindak secara bertujuan dalam mempengaruhi perkembangan anak sebagai satu kesatuan pribadi. Apakah tindakan itu dikatakan mendidik atau bukan akan tergantung pada fokus dan tujuan yang berdasar kepada hakekat anak yang diberi pengaruh. Ini berarti fokus dan tujuan pendidikan bukanlah semata-mata aspek masa kii dan di sini, melainkan menyangkut tujuan hidup manusia sejalan dengan hakeket manusia itu.
Pendidikan adalah proses membawa manusia dari kondisi objektif anak, keadaan dengan segala potensi, kemampuan, sifat, dan kebiasaan kepada suatu kondisi apa yang diharapkan terjadi pada diri anak berupa perubahan perilaku dalam aspek cipta, rasa, dan karsa yang berlandaskan dan bermuatan nilai-nilai yang dianut. Dalam proses pendidikan terjadi proses perkembangan. Pendidikan adalah proses membantu anak berkembang secara optimal yaitu berkembang sesuai dengan potensi dan sistem nilai yang dianut anak. Pendidikan bukanlah proses memaksakan kehendak orang dewasa kepada anak melainkan upaya menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan anak yaitukondisi yang memberikan kemudahan bagi anak untuk mengembangkan diri dan guru membantu menciptakan kemudahan untuk itu. Hakekat pendidikan adalah proses yang aktif dalam mengembangkan diri sebagai pribadi anggota masyarakat dan sebagai makhlik Tuhan.

2.      Pandangan hakekat manusia
Beberapa sudut pandang tentang manusia antara lain :
a.       Salah satu pandangan filsafat mengatakan bahwa manusia adalah makhuk monodualis : jiwa raga. Dari aspek jiwa manusia memiliki cipta, rasa, dan karsa. Dari aspek raga manusia memiliki sifat-sifat benda mati, tumbuh-tumbuhan, dan hewan sehingga dalam tingkah lakunya dikuasai oleh hukum alam dan didorong oleh instingnya. Dari aspek yang lain manusia adalah makhluk individu, makluk sosial, makhluk berdiri sendiri, dan makhuk Tuhan.
b.      Pandangan teori evolusi
Teori evolusi mengatakan bahwa manusia berasal dari binatang jelasnya dari kera. Sedikit demi sedikit berubah dan dalam jenisnya yang paling sempurna mengarah menuju wujud kemanusiaan. Binatang menjadi manusia.
c.       Pandangan agama
Menurut kitab Kejadian dan Al Qur’an dunia diciptakan langsung oleh Tuhan, demikian juga manusia. Jadi manusia tidak berasal dari binatang.

3.      Perbedaan Manusia dan Binatang
Bila ditinjau dari aspek antropologi, hakekat manusia itu bermacam-macam formulasinya sesuai dengan sudut tinjauannya. Berikut ini ditemukan beberapa diantaranya :
a.       Manusia adalah makhluk berbudi (homosapien)
b.      Manusia adalah makhluk berakal (homorational)
c.       Manusia adalah makhluk kreatif (homofaber)
d.      Manusia adalah makhluk ber Tuhan (Homoreligius)
e.       Manusia adalah binatang yang dapat dididik (animal educandum)
f.       Dan sebagainya (Soedama H, 1983 : 1)
Bila dierhatikan dari ilustrasi tersebut maka dapatlah dipahami bahwa manusia itu adalah makhuk yang memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.
Hal ini akan nampak lebih jelas, apabila dilihat dari jumlah anasir pokok yang mendukung keberadaan manusia. Anasir-anasir pokok itu ialah :
-          Ada
-          Corporalis (bertubuh)
-          Hidup
-          Sensitif
-          Rational
Ilistrasi tentang manusia tersebut sebenarnya berpangkal dari penjabaran anasir  terakhir itu (Rational). Perbedaan jumlah anasir pokok tersebut, maka persamaan antara manusia dengan binatang hanya sampai pada anasir keempat.
4.      Dimensi-dimensi Kemanusiaan
1.      Manusia sebagai makhluk individu 
Manusia adalah makhluk monodualis : jiwa-badan. Maka hanya manusia pulalah yang merupakan totalitas : individu.
2.      Manusia sebagai makhluk sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan, saling membantu, dan saling melengkapi, dan sehubungan dengan itu mereka harus hidup bersama dan bekerja sama dalam kesatuan sosial yang menetap (Sutarjo ARJ dalam Dick Hartoko, 1985 : 24)
3.      Manusia sebagai makhluk susila
Perkataan “susila” sebenarnya sama dengan kata “adab” tetapi sebagai istilah terpakai dengan arti kehalusan budi manusia. Sedangkan kata “adab” biasa terpakai dengan arti keluhuran budi manusia.
Kesusilaan atau kehalusan budi menunjukkan sifat hidup lahir manusia yang serba halus dan indah. Sedangkan adab atau keluhuran budi menunjukkan sifat hidup batin manusia misalnya : keinsyafan tentang kesucian, kemerdekaan, keadilan, ketuhanan, cinta kasih, kesetiaan, kedamaian, kesosialan, dsb. (Ki Hajar Dewantara, 1962 : 483)
4.      Manusia sebagai makhluk beragama
Dalam tingkah laku manusia diwarnai oleh kebebasan namun demikian kebebasan manusia itu tidak mutlak karena ia sadar bahwa Tuhan Yang Maha Esa yang mengatasi dan mengatur dirinya.


5.      Kebutuhan manusia akan pendidikan
Segala aspek jiwa badan manusia masih bersifat potensial. Dalam hal ini tugas pendidikan yang relevan bagi manusia adalah mengembangkan semua potensi positif sehingga ia dapat menjadi manusia yang sempurna. Selain sebagai makhluk individu manusia juga sebagai makhluk sosial, dengan demikian berkat pendidikan manusia diharapkan saling terbuka dan tidak egois.

6.      Tri Pusat Pendidikan
Konsep Tri Pusat Pendidikan dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yang mengacu pada lingkungan pegaulan yang menjadi pusat pendidikan. Yang dimaksudkan dalam konsep itu adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat.
a.       Keluarga
Adalah pusat pendidikan yang pertama dan utama karena kehidupan keluaraga selalu mempengaruhi perkembangan budi pekerti setiap manusia. Sehingga hakekat keluarga itu adalah semata-mata pusat pendidikan, walaupun berlangsung secara sederhana dan tanpa kesadaran.
b.      Sekolah
Misi semula dari sekolah lebih ditekankan kepada fungsi sosialisasi, yakni mewariskan harta kebudayaan kepada generasi penerus. Sekolah sebagai lembaga pedidikan sekolah diselenggarakan secara formal berdasarkan kepada aturan dan perundang- undangan resmi, dan menjadi wahana formal bagi pencerdasan kehidupan bangsa.
c.       Masyarakat
Pengaruh yang didapat seseorang dari lingkungan masyarakat begitu besar sehingga ada yang berpendapat bahwa lingkungan sosial itu menentukan kepribadian. Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan mengandung arti bahwa manusia itu dimanusiakan melalui interaksi didalam lingkungan masyarakat.

7.      Pertumbuhan dan perkembangan manusia
Istilah perkembangan kadang – kadang disamakan dengan pertumbuhan dan kadang pula dibedakan. Pertumbuhan diartikan lebih luas dan meliputi perkembangan, tetapi ada juga yang mengartikan perkembangan lebih luas dan meliputi pertumbuhan, lepas dari perbedaan tersebut, kedua istilah tersebut dapat dicari persamaannya, bahwa baik pertumbuhan dan perkembangan di dalamnya terjadi adanya perubahan. Jika perubahan tersebut dikaitkan pada diri manusia, dibanding dengan tumbuh – tumbuhan dan hewan, di samping terdapat persamaan – persamaan juga terdapat perbedaan – perbedaan, sehingga dapat disimpulkan perbedaannya bahwa istilah pertumbuhan anak dapat diartikan suatu perubahan yang terjadi pada diri manusia yang bersifat material dan kuantitatif baik yang terjadi pada salah satu atau beberapa atau keseluruhan dari anggota badan manusia. Perubahan ini dapat terjadi karena atau berbentuk pembesaran, pemanjangan, pembanyakan dan bentuk – bentuk lainnya. Sedangkan istilah perkembangan anak dapat diartikan perubahan yang terjadi pada diri manusia yang bersifat fungsional dan kualitatif. Perubahan mungkin terkait dengan salah satu, sebagian atau keseluruhan dari anggota badan manusia. Sebab perubahan pertumbuhan biasanya diikuti juga oleh perubahan perkembangan. Contohnya perubahan tangan dari pendek menjadi semakin panjang diikuti juga perubahan berfungsinya tangan tangan menjadi semakin berarti dan fungsional, misalnya dari dapat memegang sesuatu dengan asal pegang saja menjadi dapat memegang dengan berbagai teknik sesuai dengan kebutuhan. Contoh tersebut dapat dibedakan bahwa memanjangnya tangan disebut pertumbuhan, sedangkan berfungsinya tangan tersebut yang semakin dapat melakukan sesuatu dari asal pegang saja hingga menjadi lebih berfungsi atau berarti disebut perkembangan. Perkembangan di samping terkait dengan aspek fisik manusia meliputi juga berfungsinya daya jiwa individu, seperti daya pikir, kepekaan, rasa sosial, kreativitas dan sebagainya. Jadi perkembangan meliputi berfungsinya aspek fisik dan jiwa secara kualitatif.

8.      Perbedaan beberapa aliran pendidikan, nativisme, empirisme, naturalisme dan konvergensi.
ALIRAN NATIVISME
Aliran ini dipelopori oleh seorang bangsa Jerman bernama Arthur Schopenhouse yang hidup pada abad 19, dilahirkan tahun 1788 dan meninggal dunia tahun 1860. Teori ini merupakan kebalikan dari teori tabularasa, yang mengajarkan bahwa anak lahir sudah memiliki pembawaan sendiri – sendiri. Pembawaan yang hanya ditentukan oleh pembawaannya sendiri – sendiri. Pembawaanlah yang maha kuasa, yang menentukan perkembangan anak. Lingkungan sama sekali tidak bisa mempengaruhi, apalagi membentuk kepribadian anak. Jika pembawaan jahaat akan menjadi jahat, jika pembawaannya baik akan menjadi baik. Walaupun bagaimana baiknya, kerasnya dan tertibnya usaha pendidikan/lingkungan. Hasil pendidikannya akan tetap sebagaimana pembawaannya. Mungkin bisa terjadi selama dalam bantuan pendidikan dan pengawasan bisa baik, tetapi begitu sudah berdiri sendiri jika memang dasarnya jelek akan kembali sebagaimana dasarnya yang jelek itu. Jadi lingkungan sama sekali tidk bisa mempengaruhi terhadap perkembangan atau hasil pendidikan anak. Perkembangan ditentukan oleh faktor pembawaannya, yang berarti juga ditentukan oleh anak itu sendiri. Karena lingkungan atau pendidikan sama sekali tidk bisa mempengaruhi perkemebangan anak, dan potensi – potensi yang dimiliki bukannya hasil pendidikan melainkan memang potensi yang sudah ada di bawa sejak lahir, sehingga tidak ada kepercayaan nilai pendidikan dapat mempengaruhi, maka teori ini disebut juga dengan atau aliran pesimisme.
ALIRAN EMPIRISME
Aliran atau teori ini dipelopori oleh John Locke seorang bangsa Inggris yang hidup pada abad 18 yang dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1704. sesuai dengan namanya aliran ini menganut paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan, keterampilan dan sikap manusia dalam perkembangannya ditentukan oeh pengalaan (empiri) nyata melalui alat inderanya, baik secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya maupun melalui proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara langsung. Jadi segala kecakapan dan pengetahuannya tergantung, terbentuk dan ditentukan oleh pengalaman. Sedangkan pengalaman di dapatkan dari lingkungan/dunia luar melalui indera, sehingga dapat dikatakan lingkunganlah yang membentuk perkembangan manusia atau anak didik. Lebih jelas dan tegas lagi bahwa hanya lingkunganlah yang mempengaruhi perkembnagan anak. John Locke mengatakan “Tak ada sesuatu dalam jiwa, yang sebelumnya tak ada dalam indera”. Ini berarti apa yang terjadi, apa yang mempengaruhi, apa yang membentuk perkembangan jiwa manusia adalah lingkungan melalui pintu gerbang inderannya yang berarati tidak ada yang terjadi dengan tiba – tiba tanpa melalui proses penginderaan.
Teori ini disebut juga dengan teori tabularasa, yang maksudnya bahwa anak yang baru lahir diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulisi apa – apa, atau bagaikan papan berlapis lilin 9dahulu papan berlapis lilin ini dipakai sebagai alat komunikasi tulis – menulis). Ajaran ini menganggap bahwa ketika anak lahir tidk mempunyai bakat, pembawaan atau potensi apa – apa, masih dalam keadaan jiwa yang kosong, belum berisi sesuatu apapun. Karena masih dalam keadaan bersih, kosong, tidk ada tulisan atau gambaran apa-apa baik pada kertas atau papan berlapis lilin tersebut, sehingga mau diisi, diwarnai digambari atau dibuat apa tergantung dan ditentukan oleh lingkungan yang menguasai. Begitu juga yang terjadi pada perkembangan diri manusia menurut teori ini sangat tergantung dari lingkungannya. Sama sekali tidak ada pembawaan, bakat, potensi yang dapat berkembang sendiri, bahkan dianggap tidak ada semuanya, sehingga dapat dibawa kemana atau dibentuk apa tergantung dari lingkungan yang menguasainya. Berarti lingkunganlah yang maha kuasa dalam menentukan atau membentuk perkembangan manusia, lingkungan 100 % yang menentukan perkembangan manusia. Atau dengan kata lain kekuasaan pengembangan anak ada pada pendidikan. Pendidikan atau lingkunganlah berkuasa atas pembentukan anak. Karena itu aliran ini disebut juga aliran optimisme.
ALIRAN NATURALISME
Aliran ini dipelopori oleh Jean Jaques Rousseau seorang Prancis yang hidup pada abad 18, dilahirkan pada tahun 1712 dan meninggal dunia pada tahun 1778. aliran ini ada persamaannya dengan teori nativisme, bahkan kadang – kadang disamakan. Padahal mempunyai perbedaan – perbedaan tertentu. Ajaran dalam teori ini mengatakan bahwa sejak lahir anak sudah memiliki pembawaan sendiri – sendiri baik bakat, minat, kemampuan, sifat, watak dan pembawaan – pembawaan lainnya. Pembawaan akan berkembang sesuai dengan lingkungan yang alami, bukan lingkungan yang dibuat – buat. Pembawaan yang dibawa anak hanya pembawaan yang baik saja, tidak sama dengan teori nativisme yang meliputi pembawaan baik dan buruk. Secara alami pembawaan itu akan berkembang sesuai dengan alamnya sendiri – sendiri secara baik, jika anak menjadi buruk maka lingkunganlah dalam pernyataan yang dikemukakan Rousseau : “Semua adalah baik dari tangan Pencipta, semua menjadi buruk di tangan manusia”.
Melihat pernyataan Rousseau dari uraian diatas bahwa sebetulnya lingkungan juga ikut mempengaruhi terhadap perkembangan anak. Tetapi tidak berpengaruh positif, melainkan hanya berpengaruh negatif saja, apabila lingkungan itu dibuat – dibuat, seperti lingkungan pendidikan.
Dengan kata lain jika pendidikan diartikan usaha sadar untuk mempengaruhi perkembangan anak seperti mengarahkan, mempengaruhi, menyiapkan, menghasilkan apalagi menjadikan anak kearah tertentu, maka usaha tersebut hanyalah berpengaruh jelek terhadap jelek terhadap perkembangan anak. Tetapi jika pendidikan diartikan membiarkan anak berkembang sesuai dengan pembawaan dengan lingkungan yang tidak dibuat – buat (alami), maka pendidikan yang dimaksud terakhir ini berpengaruh positif terhadap perkembangan anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rousseau, “Pendidikan bukanlah suatu persiapan untuk hidup, melainkan memang hidup itu sendiri”. Pendidikan bukanlah harus mengikuti suatu prosedur tertentu, melainkan merupakan perkembngan atau pertumbuhan individu yang alami”.

Jadi lingkungan yang diinginkan dalam perkembangan anak adalah lingkungan yang tidak dibuat – buat, lingkungan yang alami, begitu juga yang berpengaruh  terhadap perkembangan anak bukanlah pendidikan yang disengaja, melainkah pendidikan yang tidak disengaja. Pendidikan yang disengaja hanya berpengaruh negatif terhadap anak (karena pengaruh negatif inilah sehingga teori disebut juga negativisme). Yang menentukan yang memimpin, yang memerintah, yang mengarahkan hanyalah alamnya sendiri sesuai dengan pembawaan baik yang dimiliki anak sejak lahir. Tugas pendidikan adalah membiarkan anak berkembang menurut alamnya dan menjauhkan pengaruh yang jelek, karena kodrat pembawaan anak adalah baik.

ALIRAN KONVERGENSI

Aliran ini dipelopori oleh William Stern, seorang Jerman yang hidup pada abad 20, dilahirkan pada tahun 1871 dan meninggal dunia pada tahun 1938. sesuai dengan namanya teori ini berusaha memadukan dua teori dimuka yang terlalu ekstrim dari pandangan yang berbeda, di satu sisi hanya mengakui lingkungan (empirisme ) yang menentukan perkembangan, sama sekali tidak mengakui adanya pembawaan, sedangkan disisi lain hanya mengakui pembawaan saja yang mempengaruhi perkembangan anak. Keduanya mengandung kebenaran dan keduanya mengandung ketidakbenaran. Faktor pembawaan dan faktor lingkungan sama – sama mempunyai peranan yang sangat penting, keduanya tidak dapat dipisahkan, sebagaimana teori nativisme, teori ini juga mengakui bahwa pembawaan yang dibawa anak sejak lahir juga meliputi pembawaan baik dan pembawaan buruk. Pembawaan yang di bawa anak sejak lahir tidak akan bisa berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan pembawaan tersebut. Sebaliknya, sekalipun lingkungan yang bagaimana baiknya tidak akan menghasilkan perkembangan yang baik jika memang pada diri anak tidak ada pembawaan atau bakat seperti yang diharapkan akan dikembangkan. Sebagai contoh, diketemukan seorang anak di India yang tidak bisa berbicara sebagaimana seusia sebayanya (9 tahun) dan tidak bisa berjalan tegak sebagaimana pada umumnya, tetapi menggunakan tangan dan kaki sebagaimana binatang. Padahal telah kita ketahui bahwa manusia memiliki pembawaan berjalan tegak dan mempunyai potensi berbahasa yang terus berkembang, tetapi karena anak tadi dibesarkan oleh seekor serigala maka segala tingkah lakunya menyerupai binatang. Contoh ini menggambarkan ada pembawaan baik, tetapi tidak di dukung oleh lingkungan yang baik sehingga tidak bisa berkembang sesuai dengan yang diharapkannya. Contoh yang lain, seorang anak normal seusia 5 bulan kita harapkan sudah dapat berjalan. Dengan menggunakan berbagai teknologi modern untuk mengupayakan agar bisa berjalan. Upaya tersebut akan sia – sia, bahkan bisa jadi fatal akibatnya misalnya patah kaki atau berbentuk X atau 0. kemudian anak normal usia satu tahun kita harapkan sudah bisa berbicara dengan baik dengan bantuan berbagai alat teknologi modern sekalipun, anak tersebut tetap tidak akan bisa berbicara dengan baik. Sebab pada pembawaannya anak baru dapat bisa berjalan sekitar umur satu tahun dan anak bisa berbicara dengan baik sekitar umur tiga tahun. Pada contoh terakhir ini upaya memberikan lingkungan yang baik tetapi tidak di dukung oleh pembawaannya. Sekalipun ada potensi untuk dikembangkan, yakni potensi bisa berjalan dan potensi bisa berbicara, tetapi pembawaannya ini terkait juga dengan waktu, yaitu munculnya potensi tersebut sehingga dapat berjalan atau dapat berbicara.
Berdasarkan pandangan tersebut, William Stem menyimpulkan bahwa perkembangan anak tergantung dari pembawaan dan lingkungan, yang keduanya merupakan sebagaimana dua garis yang bertemu atau menuju pada satu titik yang disebut konvergensi. Istilah yang digunakan oleh Kihajar Dewantara adalah dasar sebagai pembawaan dan ajar sebagai lingkungannya, yang keduanya memkpengaruhi terhadap perkembangan anak didik, sama – sama tidak bisa dipisahkan. Bahkan dilukiskan bahwa anak sejak lahir telah membawa pembawaan sendiri – sendiri bagaikan meja berlapis lilin yang tertulisi remang – remang, tergantung dan lingkungannya untuk memperjelas tulisan – tulisan yang baik dan membiarkan atau menghalangi agar tulisan – tulisan yang baik dan membiarkan atau menghalangi agar tulisan – tulisan yang jelek tidak akan muncul atau bahkan kalau bisa dihapuskannya. Tulisan baik dan buruk dimaksudkan bahwa pada diri manusia ada pembawaan baik dan ada pembawaan buruk.

0 comments:

Post a Comment

wibiya widget