1.
Hakekat
Manusia dan Pendidikan
-
Hakekat Manusia
Manusia lahir dengan segala potensi untuk
berkembang, baik sebagai makhluk pribadi, sosial, maupun makhluk Tuhan.
Pandangan seperti itu sejalan dengan pandangan Pancasila sebagai pandangan dan
cara hidup bangsa Indonesia yang melihat manusia sebagai suatu keutuhan yang
berdimensi banyak.
Pengertian manusia sebagai makhluk pribadi
mengandung makna bahwa manusia itu berbeda satu sama lain. Dia bersifat unik
baik dalam cara berfikir, merasa berkemerdekaan untuk mengembangkan diri ke
arah bagaimana dia mampu menjadi.
Sebagai makhluk sosial berada dengan sesama dan
dalam kebersamaannya dengan orang lain. Interaksi manusia di dalam kelompok
atau masyarakat akan membentuk kepribadiannya, dan peran-peran yang dimainkan
individu di dalam kelompok merupakan perpaduan dari karakteristik pribadi dan
situasi di dalam kelompok atau masyarakatnya.
Prinsip individu di dalam masyarakat mengandung arti
bahwa keragaman manusia tidak dapat dibiarkan berbenturan dan kacau. Manusia
selalu dihadapkan kepada dilema antara dorongan untuk memenuhi keinginan dan
tuntutan tanggungjawab sosial. Oleh karena itulah di dalam kehidupan manusia
diperlukan prinsip dan tujuan yang mengendalikan keragaman itu. (Halifah Abdul
Hakim, 1986:169). Prinsip dan tujuan yang dimaksud adalah nilai-nilai universal
baik yang tumbuh dari kehidupan bermasyarakat maupun yang bersumber dari ajaran
agama.
Kehidupan manusia sebagai pribadi akan selalu berada
di dalam kelompok dan dia tidak pernah bepikir dan berperilaku dalam kevakuman
sosial dan nilai. Manusia selalu harus Memelihara keselarasan dan keseimbangan
antara diri dan lingkungan.
Prinsip hidup selaras dan seimbang di dalam filsafat
pancasila mengandung makna bahwa manusia itu adalah makhluk sosial religius.
Artinya apa yang dia pikirkan dan dia lakukan sebagai perwujudan dari kebebasan
dan kemerdekaan dirinya selalu diikat oleh tanggungjawab baik secara moral
maupun religius sesuai dengan agama, nilai, dan kepercayaan yang dianutnya.
Prinsip ini merupakan esensi pandangan tentang manusia sebagai makhluk pribadi,
sosial, dan makhlik Tuhan dalam masyarakat pancasila.
Manusia mengembangkan diri atas kemerdekaan pikiran
dan kehendak dengan dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan dan kemasyarakatan, di
dalam tatanan kehidupan bersama yang tertuju kepada pencapaian kondisi
kehidupan yang sejalan dengan potensinya. Secara eksistensial manusia dalam
proses menjadi (becoming), di mana secara manusia terus-menerus mengembangkan
seluruh potensi yang ada pada dirinya, menuju pencapaian keberadaan diri
(being) sebagai makhluk pribadi, sosial, dan makhluk Tuhan. Konsep menjadi dan
berada ini mengandung arti bahwa proses hidup manusia adalah proses belajar.
Bronowski (1974, bab 13) menjelaskan bahwa manusia
itu memiliki long childhood dalam arti memiliki masa belajar yang panjang. Artinya,
manusia itu memiliki fleksibilitas dan plastisitas dan berperilaku dan
berpikir.
Dalam konsep yang dikemukakan Bronowski itu
terkandung makna bahwa dalam diri manusia terkandung suatu kemampuan inisiatif
yang amat hebat dan dapat mengembangkan, meningkatkan, dan bahkan mengubah
kehidupan manusia kearah yang lebih baik dan bermutu.
Apa yang digambarkan diatas mengandung makna bahwa
manusia adalah makhluk etis yang bertanggungjawab atas terintegrasinya
penguasaan ilmu pengetahuan dengan tuntutan tanggungjawab sosial dan moral.
Dalam kondisi imperatif seperti itu manusia sering dihadapkan kepada apa yang
oleh Bronowski digambarkan sebagai konflok klasik antara kepemimpinan
intelektual (intellectual leadership) dengan otoritas kekuasaan (civil
authority).
Jika dikaitkan dalam praktek pendidikan, khususnya
pendidikan di SD konflik di atas dapat dianalogikan sebagai konflik antara
hasrat anak untuk berekspresi dan berimajinasi pada anak dengan kekuasaan atau
otoritas guru.
Proses
globalisasi plastisitas dan fleksibilitas berfikir bahwa manusia adalah faktor
penting karena menjadi 1. Sumber kekuatan terjadinya globalisasi, 2. Dan
sekaligus sebagai instrumen yang ampuh untuk mempertahankan dan meningkatkan
eksistensi dan martabat di dalam kehidupan global.
-
Hakekat Pendidikan
Kegiatan
melatih atau membiasakan anak adalah hal yang sering dilakukan dalam proses
pendidikan. Mendidik anak bertindak secara bertujuan dalam mempengaruhi
perkembangan anak sebagai satu kesatuan pribadi. Apakah tindakan itu dikatakan
mendidik atau bukan akan tergantung pada fokus dan tujuan yang berdasar kepada
hakekat anak yang diberi pengaruh. Ini berarti fokus dan tujuan pendidikan
bukanlah semata-mata aspek masa kii dan di sini, melainkan menyangkut tujuan
hidup manusia sejalan dengan hakeket manusia itu.
Pendidikan
adalah proses membawa manusia dari kondisi objektif anak, keadaan dengan segala
potensi, kemampuan, sifat, dan kebiasaan kepada suatu kondisi apa yang
diharapkan terjadi pada diri anak berupa perubahan perilaku dalam aspek cipta,
rasa, dan karsa yang berlandaskan dan bermuatan nilai-nilai yang dianut. Dalam
proses pendidikan terjadi proses perkembangan. Pendidikan adalah proses
membantu anak berkembang secara optimal yaitu berkembang sesuai dengan potensi
dan sistem nilai yang dianut anak. Pendidikan bukanlah proses memaksakan
kehendak orang dewasa kepada anak melainkan upaya menciptakan kondisi yang
kondusif bagi perkembangan anak yaitukondisi yang memberikan kemudahan bagi
anak untuk mengembangkan diri dan guru membantu menciptakan kemudahan untuk
itu. Hakekat pendidikan adalah proses yang aktif dalam mengembangkan diri
sebagai pribadi anggota masyarakat dan sebagai makhlik Tuhan.
2.
Pandangan
hakekat manusia
Beberapa
sudut pandang tentang manusia antara lain :
a. Salah
satu pandangan filsafat mengatakan bahwa manusia adalah makhuk monodualis :
jiwa raga. Dari aspek jiwa manusia memiliki cipta, rasa, dan karsa. Dari aspek
raga manusia memiliki sifat-sifat benda mati, tumbuh-tumbuhan, dan hewan
sehingga dalam tingkah lakunya dikuasai oleh hukum alam dan didorong oleh
instingnya. Dari aspek yang lain manusia adalah makhluk individu, makluk
sosial, makhluk berdiri sendiri, dan makhuk Tuhan.
b. Pandangan
teori evolusi
Teori
evolusi mengatakan bahwa manusia berasal dari binatang jelasnya dari kera.
Sedikit demi sedikit berubah dan dalam jenisnya yang paling sempurna mengarah
menuju wujud kemanusiaan. Binatang menjadi manusia.
c. Pandangan
agama
Menurut
kitab Kejadian dan Al Qur’an dunia diciptakan langsung oleh Tuhan, demikian
juga manusia. Jadi manusia tidak berasal dari binatang.
3.
Perbedaan
Manusia dan Binatang
Bila
ditinjau dari aspek antropologi, hakekat manusia itu bermacam-macam
formulasinya sesuai dengan sudut tinjauannya. Berikut ini ditemukan beberapa
diantaranya :
a. Manusia
adalah makhluk berbudi (homosapien)
b. Manusia
adalah makhluk berakal (homorational)
c. Manusia
adalah makhluk kreatif (homofaber)
d. Manusia
adalah makhluk ber Tuhan (Homoreligius)
e. Manusia
adalah binatang yang dapat dididik (animal educandum)
f. Dan
sebagainya (Soedama H, 1983 : 1)
Bila
dierhatikan dari ilustrasi tersebut maka dapatlah dipahami bahwa manusia itu
adalah makhuk yang memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk
lain.
Hal
ini akan nampak lebih jelas, apabila dilihat dari jumlah anasir pokok yang mendukung
keberadaan manusia. Anasir-anasir pokok itu ialah :
-
Ada
-
Corporalis (bertubuh)
-
Hidup
-
Sensitif
-
Rational
Ilistrasi
tentang manusia tersebut sebenarnya berpangkal dari penjabaran anasir terakhir itu (Rational). Perbedaan jumlah
anasir pokok tersebut, maka persamaan antara manusia dengan binatang hanya
sampai pada anasir keempat.
4.
Dimensi-dimensi
Kemanusiaan
1. Manusia
sebagai makhluk individu
Manusia adalah makhluk monodualis :
jiwa-badan. Maka hanya manusia pulalah yang merupakan totalitas : individu.
2. Manusia
sebagai makhluk sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia saling
membutuhkan, saling membantu, dan saling melengkapi, dan sehubungan dengan itu
mereka harus hidup bersama dan bekerja sama dalam kesatuan sosial yang menetap
(Sutarjo ARJ dalam Dick Hartoko, 1985 : 24)
3. Manusia
sebagai makhluk susila
Perkataan “susila” sebenarnya sama
dengan kata “adab” tetapi sebagai istilah terpakai dengan arti kehalusan budi
manusia. Sedangkan kata “adab” biasa terpakai dengan arti keluhuran budi
manusia.
Kesusilaan atau kehalusan budi
menunjukkan sifat hidup lahir manusia yang serba halus dan indah. Sedangkan
adab atau keluhuran budi menunjukkan sifat hidup batin manusia misalnya :
keinsyafan tentang kesucian, kemerdekaan, keadilan, ketuhanan, cinta kasih,
kesetiaan, kedamaian, kesosialan, dsb. (Ki Hajar Dewantara, 1962 : 483)
4. Manusia
sebagai makhluk beragama
Dalam tingkah laku manusia diwarnai oleh
kebebasan namun demikian kebebasan manusia itu tidak mutlak karena ia sadar
bahwa Tuhan Yang Maha Esa yang mengatasi dan mengatur dirinya.
5.
Kebutuhan
manusia akan pendidikan
Segala aspek jiwa badan manusia masih bersifat
potensial. Dalam hal ini tugas pendidikan yang relevan bagi manusia adalah
mengembangkan semua potensi positif sehingga ia dapat menjadi manusia yang sempurna.
Selain sebagai makhluk individu manusia juga sebagai makhluk sosial, dengan
demikian berkat pendidikan manusia diharapkan saling terbuka dan tidak egois.
6.
Tri
Pusat Pendidikan
Konsep
Tri Pusat Pendidikan dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yang mengacu pada
lingkungan pegaulan yang menjadi pusat pendidikan. Yang dimaksudkan dalam
konsep itu adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat.
a. Keluarga
Adalah pusat pendidikan yang pertama dan
utama karena kehidupan keluaraga selalu mempengaruhi perkembangan budi pekerti
setiap manusia. Sehingga hakekat keluarga itu adalah semata-mata pusat
pendidikan, walaupun berlangsung secara sederhana dan tanpa kesadaran.
b. Sekolah
Misi semula dari sekolah lebih
ditekankan kepada fungsi sosialisasi, yakni mewariskan harta kebudayaan kepada
generasi penerus. Sekolah sebagai lembaga pedidikan sekolah diselenggarakan
secara formal berdasarkan kepada aturan dan perundang- undangan resmi, dan
menjadi wahana formal bagi pencerdasan kehidupan bangsa.
c. Masyarakat
Pengaruh yang didapat seseorang dari
lingkungan masyarakat begitu besar sehingga ada yang berpendapat bahwa
lingkungan sosial itu menentukan kepribadian. Masyarakat sebagai lingkungan
pendidikan mengandung arti bahwa manusia itu dimanusiakan melalui interaksi
didalam lingkungan masyarakat.
7.
Pertumbuhan
dan perkembangan manusia
Istilah perkembangan kadang – kadang disamakan
dengan pertumbuhan dan kadang pula dibedakan. Pertumbuhan diartikan lebih luas
dan meliputi perkembangan, tetapi ada juga yang mengartikan perkembangan lebih
luas dan meliputi pertumbuhan, lepas dari perbedaan tersebut, kedua istilah
tersebut dapat dicari persamaannya, bahwa baik pertumbuhan dan perkembangan di
dalamnya terjadi adanya perubahan. Jika perubahan tersebut dikaitkan pada diri
manusia, dibanding dengan tumbuh – tumbuhan dan hewan, di samping terdapat
persamaan – persamaan juga terdapat perbedaan – perbedaan, sehingga dapat
disimpulkan perbedaannya bahwa istilah pertumbuhan anak dapat diartikan suatu
perubahan yang terjadi pada diri manusia yang bersifat material dan kuantitatif
baik yang terjadi pada salah satu atau beberapa atau keseluruhan dari anggota
badan manusia. Perubahan ini dapat terjadi karena atau berbentuk pembesaran,
pemanjangan, pembanyakan dan bentuk – bentuk lainnya. Sedangkan istilah
perkembangan anak dapat diartikan perubahan yang terjadi pada diri manusia yang
bersifat fungsional dan kualitatif. Perubahan mungkin terkait dengan salah
satu, sebagian atau keseluruhan dari anggota badan manusia. Sebab perubahan pertumbuhan
biasanya diikuti juga oleh perubahan perkembangan. Contohnya perubahan tangan
dari pendek menjadi semakin panjang diikuti juga perubahan berfungsinya tangan
tangan menjadi semakin berarti dan fungsional, misalnya dari dapat memegang
sesuatu dengan asal pegang saja menjadi dapat memegang dengan berbagai teknik
sesuai dengan kebutuhan. Contoh tersebut dapat dibedakan bahwa memanjangnya
tangan disebut pertumbuhan, sedangkan berfungsinya tangan tersebut yang semakin
dapat melakukan sesuatu dari asal pegang saja hingga menjadi lebih berfungsi
atau berarti disebut perkembangan. Perkembangan di samping terkait dengan aspek
fisik manusia meliputi juga berfungsinya daya jiwa individu, seperti daya
pikir, kepekaan, rasa sosial, kreativitas dan sebagainya. Jadi perkembangan
meliputi berfungsinya aspek fisik dan jiwa secara kualitatif.
8.
Perbedaan
beberapa aliran pendidikan, nativisme, empirisme, naturalisme dan konvergensi.
ALIRAN
NATIVISME
Aliran
ini dipelopori oleh seorang bangsa Jerman bernama Arthur Schopenhouse yang
hidup pada abad 19, dilahirkan tahun 1788 dan meninggal dunia tahun 1860. Teori
ini merupakan kebalikan dari teori tabularasa, yang mengajarkan bahwa anak
lahir sudah memiliki pembawaan sendiri – sendiri. Pembawaan yang hanya
ditentukan oleh pembawaannya sendiri – sendiri. Pembawaanlah yang maha kuasa,
yang menentukan perkembangan anak. Lingkungan sama sekali tidak bisa
mempengaruhi, apalagi membentuk kepribadian anak. Jika pembawaan jahaat akan
menjadi jahat, jika pembawaannya baik akan menjadi baik. Walaupun bagaimana
baiknya, kerasnya dan tertibnya usaha pendidikan/lingkungan. Hasil
pendidikannya akan tetap sebagaimana pembawaannya. Mungkin bisa terjadi selama
dalam bantuan pendidikan dan pengawasan bisa baik, tetapi begitu sudah berdiri
sendiri jika memang dasarnya jelek akan kembali sebagaimana dasarnya yang jelek
itu. Jadi lingkungan sama sekali tidk bisa mempengaruhi terhadap perkembangan
atau hasil pendidikan anak. Perkembangan ditentukan oleh faktor pembawaannya,
yang berarti juga ditentukan oleh anak itu sendiri. Karena lingkungan atau
pendidikan sama sekali tidk bisa mempengaruhi perkemebangan anak, dan potensi –
potensi yang dimiliki bukannya hasil pendidikan melainkan memang potensi yang
sudah ada di bawa sejak lahir, sehingga tidak ada kepercayaan nilai pendidikan
dapat mempengaruhi, maka teori ini disebut juga dengan atau aliran pesimisme.
ALIRAN
EMPIRISME
Aliran
atau teori ini dipelopori oleh John Locke seorang bangsa Inggris yang hidup
pada abad 18 yang dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun
1704. sesuai dengan namanya aliran ini menganut paham yang berpendapat bahwa
segala pengetahuan, keterampilan dan sikap manusia dalam perkembangannya
ditentukan oeh pengalaan (empiri) nyata melalui alat inderanya, baik secara
langsung berinteraksi dengan dunia luarnya maupun melalui proses pengolahan
dalam diri dari apa yang didapatkan secara langsung. Jadi segala kecakapan dan
pengetahuannya tergantung, terbentuk dan ditentukan oleh pengalaman. Sedangkan
pengalaman di dapatkan dari lingkungan/dunia luar melalui indera, sehingga
dapat dikatakan lingkunganlah yang membentuk perkembangan manusia atau anak
didik. Lebih jelas dan tegas lagi bahwa hanya lingkunganlah yang mempengaruhi
perkembnagan anak. John Locke mengatakan “Tak ada sesuatu dalam jiwa, yang
sebelumnya tak ada dalam indera”. Ini berarti apa yang terjadi, apa yang
mempengaruhi, apa yang membentuk perkembangan jiwa manusia adalah lingkungan
melalui pintu gerbang inderannya yang berarati tidak ada yang terjadi dengan tiba
– tiba tanpa melalui proses penginderaan.
Teori
ini disebut juga dengan teori tabularasa, yang maksudnya bahwa anak yang baru
lahir diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulisi apa – apa,
atau bagaikan papan berlapis lilin 9dahulu papan berlapis lilin ini dipakai
sebagai alat komunikasi tulis – menulis). Ajaran ini menganggap bahwa ketika
anak lahir tidk mempunyai bakat, pembawaan atau potensi apa – apa, masih dalam
keadaan jiwa yang kosong, belum berisi sesuatu apapun. Karena masih dalam keadaan
bersih, kosong, tidk ada tulisan atau gambaran apa-apa baik pada kertas atau
papan berlapis lilin tersebut, sehingga mau diisi, diwarnai digambari atau
dibuat apa tergantung dan ditentukan oleh lingkungan yang menguasai. Begitu
juga yang terjadi pada perkembangan diri manusia menurut teori ini sangat
tergantung dari lingkungannya. Sama sekali tidak ada pembawaan, bakat, potensi
yang dapat berkembang sendiri, bahkan dianggap tidak ada semuanya, sehingga
dapat dibawa kemana atau dibentuk apa tergantung dari lingkungan yang
menguasainya. Berarti lingkunganlah yang maha kuasa dalam menentukan atau
membentuk perkembangan manusia, lingkungan 100 % yang menentukan perkembangan
manusia. Atau dengan kata lain kekuasaan pengembangan anak ada pada pendidikan.
Pendidikan atau lingkunganlah berkuasa atas pembentukan anak. Karena itu aliran
ini disebut juga aliran optimisme.
ALIRAN NATURALISME
Aliran ini dipelopori oleh Jean Jaques Rousseau seorang Prancis yang hidup
pada abad 18, dilahirkan pada tahun 1712 dan meninggal dunia pada tahun 1778.
aliran ini ada persamaannya dengan teori nativisme, bahkan kadang – kadang
disamakan. Padahal mempunyai perbedaan – perbedaan tertentu. Ajaran dalam teori
ini mengatakan bahwa sejak lahir anak sudah memiliki pembawaan sendiri –
sendiri baik bakat, minat, kemampuan, sifat, watak dan pembawaan – pembawaan
lainnya. Pembawaan akan berkembang sesuai dengan lingkungan yang alami, bukan
lingkungan yang dibuat – buat. Pembawaan yang dibawa anak hanya pembawaan yang
baik saja, tidak sama dengan teori nativisme yang meliputi pembawaan baik dan
buruk. Secara alami pembawaan itu akan berkembang sesuai dengan alamnya sendiri
– sendiri secara baik, jika anak menjadi buruk maka lingkunganlah dalam
pernyataan yang dikemukakan Rousseau : “Semua adalah baik dari tangan Pencipta,
semua menjadi buruk di tangan manusia”.
Melihat pernyataan Rousseau dari uraian diatas bahwa sebetulnya lingkungan
juga ikut mempengaruhi terhadap perkembangan anak. Tetapi tidak berpengaruh
positif, melainkan hanya berpengaruh negatif saja, apabila lingkungan itu
dibuat – dibuat, seperti lingkungan pendidikan.
Dengan kata lain jika pendidikan diartikan usaha sadar untuk mempengaruhi
perkembangan anak seperti mengarahkan, mempengaruhi, menyiapkan, menghasilkan
apalagi menjadikan anak kearah tertentu, maka usaha tersebut hanyalah
berpengaruh jelek terhadap jelek terhadap perkembangan anak. Tetapi jika
pendidikan diartikan membiarkan anak berkembang sesuai dengan pembawaan dengan
lingkungan yang tidak dibuat – buat (alami), maka pendidikan yang dimaksud
terakhir ini berpengaruh positif terhadap perkembangan anak. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Rousseau, “Pendidikan bukanlah suatu persiapan untuk hidup,
melainkan memang hidup itu sendiri”. Pendidikan bukanlah harus mengikuti suatu
prosedur tertentu, melainkan merupakan perkembngan atau pertumbuhan individu
yang alami”.
Jadi lingkungan yang diinginkan dalam perkembangan anak adalah lingkungan
yang tidak dibuat – buat, lingkungan yang alami, begitu juga yang berpengaruh terhadap perkembangan anak bukanlah pendidikan
yang disengaja, melainkah pendidikan yang tidak disengaja. Pendidikan yang
disengaja hanya berpengaruh negatif terhadap anak (karena pengaruh negatif
inilah sehingga teori disebut juga negativisme). Yang menentukan yang memimpin,
yang memerintah, yang mengarahkan hanyalah alamnya sendiri sesuai dengan
pembawaan baik yang dimiliki anak sejak lahir. Tugas pendidikan adalah
membiarkan anak berkembang menurut alamnya dan menjauhkan pengaruh yang jelek,
karena kodrat pembawaan anak adalah baik.
ALIRAN KONVERGENSI
Aliran
ini dipelopori oleh William Stern, seorang Jerman yang hidup pada abad 20,
dilahirkan pada tahun 1871 dan meninggal dunia pada tahun 1938. sesuai dengan
namanya teori ini berusaha memadukan dua teori dimuka yang terlalu ekstrim dari
pandangan yang berbeda, di satu sisi hanya mengakui lingkungan (empirisme )
yang menentukan perkembangan, sama sekali tidak mengakui adanya pembawaan,
sedangkan disisi lain hanya mengakui pembawaan saja yang mempengaruhi perkembangan
anak. Keduanya mengandung kebenaran dan keduanya mengandung ketidakbenaran.
Faktor pembawaan dan faktor lingkungan sama – sama mempunyai peranan yang
sangat penting, keduanya tidak dapat dipisahkan, sebagaimana teori nativisme,
teori ini juga mengakui bahwa pembawaan yang dibawa anak sejak lahir juga
meliputi pembawaan baik dan pembawaan buruk. Pembawaan yang di bawa anak sejak
lahir tidak akan bisa berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan
yang sesuai dengan pembawaan tersebut. Sebaliknya, sekalipun lingkungan yang
bagaimana baiknya tidak akan menghasilkan perkembangan yang baik jika memang
pada diri anak tidak ada pembawaan atau bakat seperti yang diharapkan akan
dikembangkan. Sebagai contoh, diketemukan seorang anak di India yang tidak bisa
berbicara sebagaimana seusia sebayanya (9 tahun) dan tidak bisa berjalan tegak
sebagaimana pada umumnya, tetapi menggunakan tangan dan kaki sebagaimana
binatang. Padahal telah kita ketahui bahwa manusia memiliki pembawaan berjalan
tegak dan mempunyai potensi berbahasa yang terus berkembang, tetapi karena anak
tadi dibesarkan oleh seekor serigala maka segala tingkah lakunya menyerupai
binatang. Contoh ini menggambarkan ada pembawaan baik, tetapi tidak di dukung
oleh lingkungan yang baik sehingga tidak bisa berkembang sesuai dengan yang
diharapkannya. Contoh yang lain, seorang anak normal seusia 5 bulan kita
harapkan sudah dapat berjalan. Dengan menggunakan berbagai teknologi modern
untuk mengupayakan agar bisa berjalan. Upaya tersebut akan sia – sia, bahkan
bisa jadi fatal akibatnya misalnya patah kaki atau berbentuk X atau 0. kemudian
anak normal usia satu tahun kita harapkan sudah bisa berbicara dengan baik
dengan bantuan berbagai alat teknologi modern sekalipun, anak tersebut tetap
tidak akan bisa berbicara dengan baik. Sebab pada pembawaannya anak baru dapat
bisa berjalan sekitar umur satu tahun dan anak bisa berbicara dengan baik
sekitar umur tiga tahun. Pada contoh terakhir ini upaya memberikan lingkungan
yang baik tetapi tidak di dukung oleh pembawaannya. Sekalipun ada potensi untuk
dikembangkan, yakni potensi bisa berjalan dan potensi bisa berbicara, tetapi
pembawaannya ini terkait juga dengan waktu, yaitu munculnya potensi tersebut
sehingga dapat berjalan atau dapat berbicara.
Berdasarkan
pandangan tersebut, William Stem menyimpulkan bahwa perkembangan anak
tergantung dari pembawaan dan lingkungan, yang keduanya merupakan sebagaimana
dua garis yang bertemu atau menuju pada satu titik yang disebut konvergensi.
Istilah yang digunakan oleh Kihajar Dewantara adalah dasar sebagai pembawaan
dan ajar sebagai lingkungannya, yang keduanya memkpengaruhi terhadap
perkembangan anak didik, sama – sama tidak bisa dipisahkan. Bahkan dilukiskan
bahwa anak sejak lahir telah membawa pembawaan sendiri – sendiri bagaikan meja
berlapis lilin yang tertulisi remang – remang, tergantung dan lingkungannya
untuk memperjelas tulisan – tulisan yang baik dan membiarkan atau menghalangi
agar tulisan – tulisan yang baik dan membiarkan atau menghalangi agar tulisan –
tulisan yang jelek tidak akan muncul atau bahkan kalau bisa dihapuskannya.
Tulisan baik dan buruk dimaksudkan bahwa pada diri manusia ada pembawaan baik
dan ada pembawaan buruk.
0 comments:
Post a Comment