Pembelajaran
Konstruktivisme
1. PengertianPembelajaranKonstruktivisme
Berdasarkan paham konstruktivis, pengetahuan merupakan
konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan
tidak dapat hanya ditransfer dari seorang(guru) kepada orang lain(siswa) dan
selanjutnya yang menerima akan paham akan pengetahuan yang disampaikan. Akan
tetapi, setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya
sehingga dapat paham tentang pengetahuan yang disampiakan oleh penyampai.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif yang terjadi sebagai proses
asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk
suatu skema yang baru.Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.
Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya
informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Dengan demikian,
pembelajar berarti membentuk pengertian dan pengetahuannya sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperolehnya.
Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah
suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata.
Selanjutnya, teori Konstruktivisme
adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin
belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan
atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan orang lain.
Selanjutnya, berdasarkan penjelasan
Udin Syaefudin Sa’ud (2008:168), konstruktivisme adalah proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Jean Piaget dalam (dalam Udin Syaefudin Sa’ud, 2008:168) menganggap bahwa
pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, akan tetapi juga dari
kemampuan individu sebagai subjek yang diamatinya. Konstruktivisme memandang
bahwa pengetahuan berasal dari luar, tetapi dikonstruksi dalam diri seseorang.
Karena itu, pengetahuan terbentuk oleh objek yang menjadi bahan pengamatandan
kemampuan subjek untuk menginterpretasikan objek tersebut. Lebih jauh Piaget
dalam Udin Saefudin Sa’ud (2008:169) menyatakan hakikat pengetahuan adalah:
a.
Pengetahuan bukanlah gambaran dunia
nyata, tetapi merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
b.
Subjek membentuk kecerdasan kognitif,
kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c.
Pengetahuan dibentuk dalam struktur
konsepsi seseorang, struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu
berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Pendekatan konstruktvisme merupakan
salah satu pandangan bahwa dalam proses pembelajaran yang menyatakan bahwa
dalamproses memperoleh pengetahuan diawali dengan terjadinya konflik, kognitif,
yang hanya dapat diatasi, melalui pengetahuan diri. Pada akhir proses belajar,
pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak didik melalui pengalamannya dari
hasil interaktif dengan lingkuangnnya (Bell dalam Udin Dyaefudin
Sa’ud,2008:169). Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara
konsepsi awal yang telah dimilki siswa dengan fenomena baru yang dapat
diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur
kognitif untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini akan terjadi secara
berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru.
2. Ciri-CiriPembelajaranKonstruktivisme
a. Memberi peluang kepada murid membina
pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
b.
Menggalakkan
ide murid dan dapat digunakan sebagai panduan merancang pengajaran.
c.
Menyokong
pembelajaran secara koperatif
d.
Menggalakkan
dan menerima daya usaha murid.
e.
Menggalakkan
murid bertanya dan berdialog dengan guru.
f.
Menganggap
pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
g.
Menggalakkan
proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
3. Prinsip-PrinsipPembelajaranKonstruktivisme
a.
Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c. Murid aktif megkontruksi secara
terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
d. Guru sekedar membantu menyediakan
saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
e. Struktur pembalajaran seputar konsep
utama pentingnya sebuah pertanyaan
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya
semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
Pembelajaran konstruktivisme dalam pelaksanaannya, diibaratkan
guru memberikan tangga kepada siswa yang dimaksudkan untuk membantu(menfasilitasi)
mereka mencapai tingkat pemahaman yang
lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
4. KelebihandanKekuranganKonstruktivisme
a. Kelebihan
1)
Murid
berpikir untuk menyelesaikan masalah, membentuk ide dan membuat keputusan.
2)
Murid
menjadi paham karena terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru.
Selian itu, karena murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat
lebih lama semua konsep.
3)
Kemahiran
sosial diperoleh melalui interaksi dengan rekan dan guru dalam membina
pengetahuan baru.
4)
Adanya
motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
5)
Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
6)
Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap;
7)
Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri; Lebih menekankan pada
proses belajar yaitu tentang tata cara belajar.
b. Kelemahan
Jika kontrol
dari guru kurang jelas, akan terjadi perbedaan persepsi antar siswa. Selain
itu, jika siswa motivasi belajarnya rendah, akan terhambat dalam pelaksanaan
pembelajaran.
B.
Belajar Aktif
Pembelajaran aktif atau active learning adalah segala
bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses
pembelajaran. Saat ini pembelajaran aktif telah diyakini sebagai sebuah konsep
pembelajaran yang memberikan harapan bagi tercapainya mutu pembelajaran atas
aktifnya mental dan fisik siswa dalam kegiatan belajarnya.
Dalam pembelajaran aktif, baik guru dan siswa sama-sama
menjadi mengambil peran yang penting.Guru berperan sebagai, (1) perencana dan
pendesain tahap skenario pembelajaran; (2) pembuat strategi pembelajaran; (3) penganalisis
interaksi antara guru dan siswa serta karakteristiknya;(5) penilai yang terbuka
dan adil meliputi penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor melalui berbagai
penilaian, seperti tes terulis, portofolio, wawancara, dll.
Adapun siswa
menjadi pihak yang;
1.
menggunakan
kemampuan bertanya dan berpikir
2. melakukan riset sederhana
3.
mempelajari ide-ide serta konsep-konsep
baru dan menantang.
4. memecahkan masalah (problem
solving),
5. belajar mengatur waktu dengan baik,
6. melakukan kegiatan pembelajaran
secara sendiri atau berkelompok (belajar menerima pendapat orang lain, siswa
belajar menjadi team player)
7. mengaplikasikan hasil pembelajaran
lewat tindakan atau action.
8. Melakukan interaksi sosial
(melakukan wawancara, survey, terjun ke lapangan, mendengarkan guest speaker)
9. Banyak kegiatan yang dilakukan
dengan berkelompok.
Berikut ini disajikan sejumlah ciri-ciri atau indikator
terjadinya pembelajaran aktif pada setting kelas:
1.
Kegiatan belajar suatu kompetensi
dikaitkan dengan kompetensi lain pada suatu mata pelajaran atau mata pelajaran
lain.
2.
Kegiatan
belajar menarik minat peserta didik.
3.
Kegiatan
belajar terasa menggairahkan peserta didik.
4. Semua peserta
didik terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar.
5.
Mendorong
peserta didik berpikir secara aktif dan kreatif.
6.
Saling
menghargai pendapat dan hasil kerja (karya) teman.
7.
Mendorong
rasa ingin tahu peserta didik untuk bertanya.
8.
Mendorong
peserta didik melakukan eksplorasi (penjelajahan).
9.
Mendorong
peserta didik mengekspresi gagasan dan perasaan secara lisan, tertulis, dalam
bentuk gambar, produk 3 dimensi, gerak, tarian, dan / atau permainan.
10.
Mendorong
peserta didik agar tidak takut berbuat kesalahan.
11.
Menciptakan
suasana senang dalam melakukan kegiatan belajar.
12.
Mendorong
peserta didik melakukan variasi kegiatan individual (mandiri), pasangan,
kelompok, dan / atau seluruh kelas.
13.
Mendorong
peserta didik bekerja sama guna mengembangkan keterampilan sosial.
14.
Kegiatan
belajar banyak melibatkan berbagai indera.
15.
Menggunakan
alat, bahan, atau sarana bila dituntut oleh kegiatan belajar.
16.
Melibatkan
kegiatan melakukan, seperti melakukan observasi, percobaan, penyelidikan,
permainan peran, permainan (game).
17.
Mendorong
peserta didik melalui penghargaan, pujian, pemberian semangat.
18.
Hasil
kerja (karya) peserta didik dipajangkan.
19.
Menerapkan
teknik bertanya guna mendorong peserta didik berpikir dan melakukan kegiatan.
20. Mendorong
peserta didik mencari informasi, data, dan mencari jawaban atas pertanyaan.
21.
Mendorong
peserta didik menemukan sendiri.
22.
Peserta
didik pada umumnya berani bertanya secara kritis.
C.
Model Pembelajaran Kooperatif
dan Kolaboratif
1.
ModelPembelajaranKooperatif
a. PengertianmodelpembelajaranKooperatif
Model pembelajaran kooperatif
merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok.
Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang
berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan
kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran .
b. PrinsipdanKarakteristikModelPembelajaranKooperatif
Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam
model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1)
setiap anggota kelompok (siswa)
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2)
setiap anggota kelompok (siswa) harus
mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3)
setiap anggota kelompok (siswa) harus
membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
4)
setiap anggota kelompok (siswa) akan
dikenai evaluasi.
5)
setiap anggota kelompok (siswa) berbagi
kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya.
6)
setiap anggota kelompok (siswa) akan
diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
7)
Adapun karakteristik model pembelajaran
kooperatif adalah:
8)
siswa dalam kelompok secara kooperatif
menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
9)
Kelompok dibentuk dari beberapa siswa
yang memiliki kemampuan berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah.
10)
Penghargaan lebih menekankan pada kelompok
daripada masing-masing individu.
Pembelajaran kooperatif mengembangkan diskusi dan
komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar
berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan
menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan
peranan diri sendiri maupun teman lain. Terdapat 6 (enam) langkah model
pembelajaran kooperatif:
1)
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
2)
Menyajikan informasi
3)
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok
belajar
4)
Membimbing kelompok belajar
5)
Evaluasi dan pemberian umpan balik
6)
Memberikan penghargaan
Keunggulan dari model
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1)
Membantu siswa belajar berpikir
berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan
siswa dalam praktik berpikir.
2)
Membantu
siswa mengevaluasi logika dan bukti-bukti bagi posisi dirinya atau posisi yang
lain.
3)
Memberikan kesempatan pada siswa untuk
memformulasikan penerapan suatu prinsip.
4)
Membantu siswa mengenali adanya suatu
masalah dan memformulasikannya dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari
bacaan atau ceramah.
5)
Menggunakan bahan-bahan dari anggota lain
dalam kelompoknya.
6)
Mengembangkan motivasi untuk belajar
yang lebih baik.
2.
ModelPembelajaranKolaboratif
a. PengertianPembelajaranKolaboratif
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1994),
kolaboratif dan kooperatif diartikan sama dengan bersifat kerjasama. Tetapi karena kata kolaboratif dan kooperatif
diambil dari bahasa Inggris, maka maknanya harus dilihat di kamus istilah
bahasa Inggris. Dari sisi bahasa, tampak
bahwa keduanya mempunyai kemiripan dari sisi berkelompok, perbedaannya adalah
kolaborasi lebih menekankan pada inisiatif sebagai bentukan sendiri bukan suatu
hasil rekayasa orang lain untuk bekerjasama.
Pembelajaran kolaboratif melebihi aktivitas
bekerjasama (kooperatif) kerana ia melibatkan kerjasama hasil penemuan dan
hasil yang didapatkan daripada sekedar pembelajaran baru. Seperti halnya
pembelajaran kooperatif, pembelajaran kolaboratif juga dapat membantu siswa
membina pengetahuan yang lebih bermakna jika dibandingkan dengan pembelajaran
secara individu. Selain itu, dengan menjalankan aktivitas dan projek
pembelajaran secara kolaboratif secara tidak langsung kemahiran-kemahiran seperti bagaimana
berkomunikasi akan dipelajari oleh pelajar.
Kolaboratif dapat
dilakukan di dalam kumpulan yang besar maupun kumpulan yang terdiri dari empat
atau lima orang pelajar. Sedangkan pembelajaran koperatif hanya kelompok kecil
pelajar yang bekerja dan memahami secara bersama. Jadi pembelajaran koperatif adalah satu bentuk kolaboratif, yaitu kelompok besar
belajar bersama untuk mencapai hasil
yang disepakati bersama (Johnson & Johnson, 1989).
Hasil penelitian
menunjukkan keunggulan pembelajaran kolaboratif, diantaranya dapat meninggikan
hasil belajar kelompok dan individu yang lebih mengarah pada metakognatif,
munculnya idea–idea baru dan pendekatan
penyelesaian masalah yang sebenar di ketengahkan. Selain itu kelas yang
dikelola secara kolaboratif lebih termotivasi, mempunyai sifat ingin tahu, ada
perasaan membantu orang lain, berkompetisi secara sehat dan bekerja secara
individu lebih terarah.
b. LandasanFilosofiPembelajaranKolaboratif
Seperti halnya pembelajaran kooperatif, pembelajaran
kolaboratif pun didasarkan pada landasan kontruktivisme sosial. Selain
itu kondisi kooperatif dan kolaborasi diperlukan pada kondisi dunia saat ini.
Pada saat ini siswa dihadapkan pada ledakan pengetahuan, perubahan yang cepat,
dan ketidakpastian. Untuk menghadapi
dunia yang seperti itu diperlukan kehidupan berkelompok. Hidup berkelompok akan menumbuhkan rasa aman,
sehingga memungkin menghadapi berbagai perubahan bersama-sama. Untuk
itulah perlu pembelajaran berkelompok.
c. SifatKelasKolaboratif
Ada empat sifat-sifat umum yaitu dua perkara
berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan siswa, yang ketiga berkaitan dengan pendekatan baru
penyampaian guru dan yang keempat menyatakan isi kelas kolaboratif.
1) Berbagi
informasi antara siswa dan guru
Dalam kelas tradisional, guru adalah sebagai pemberi
informasi yang mutlak di mana aliran informasi bergerak satu arah saja yaitu
dari guru ke siswa dan sedikit sekali dari
siswa kepada siswa yang lain. Guru dianggap mempunyai pengetahuan tentang isi mata pelajaran, keahlian,
dan pengajaran. Siswa hanya menunggu arahan yang akan diberi oleh guru. Siswa
yang memberi reaksi yang berbeda dianggap sebagai pengganggu di dalam kelas,
begitu juga untuk siswa yang tidak memahami
atau membantah arahan.
Akan tetapi
berlainan dengan guru kolaboratif, siswa
menilai dan sentiasa membina ilmu
pengetahuan, pengalaman personal, pembinaan bahasa komunikasi, strategi dan
konsep pengajaran pembelajaran sesuai teori, menggabung keadaan sosiobudaya
dengan situasi pembelajaran.
Sebagai contohnya, bila guru mengajar topik sains
pesawat sederhana. Siswa yang mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan konsep
tersebut diberikan peluang menyatakan sesuatu pada sesi pengajaran dan berbagi
idea serta memberi garis-garis besar
arus komunikasi siswa. Tambahan lagi apabila siswa tahu dan melihat,
maka pengalaman dan pengetahuannya dihargai dan dapat dibagikan dalam jalinan
pembelajaran mereka serta pembelajaran guru, mereka akan bermotivasi untuk
melihat dan mendengar. Mereka juga dapat membuat satu kaitan antara belajar
dengan dunia sebenarnya dengan belajar dalam kelas.
2)
PembagianKuasa
Dalam kelas kolaboratif, guru berbagi kuasa
autoritas dengan siswa, dalam beberapa keadan tertentu. Kebanyakan dalam kelas
tradisional guru bertanggungjawab menetapkan arah, memberi dan mengatur kerja,
melihat perjalanan tugas serta menilai apa yang diajarkan. Pembelajaran
kolaboratif pula memberi peluang siswa memahami apa yang telah diajar dalam
ruang lingkup yang ditetapkan oleh guru. Guru menyediakan tugas yang sesuai
arahan dan kegemaran siswa dan menggalakkan siswa untuk menilai apa yang
diajar. Menggalakkan siswa menimba pengalaman mereka sendiri, memastikan pelajar berbagi strategi dan
informasi, menghormati pelajar lain, menyokong menggalakkan idea–idea yang
bernas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalak
pelajar mengambil bagian secara terbuka dan bermakna.
Contoh dalam mata pelajaran sains, tajuk yang diajar
adalah energi alternatif. Guru yang
memiliki faham tradisional akan mengarahkan siswa menyiapkan esei berkenaan
dengan tajuk tersebut. Sebaliknya guru yang
memegang prinsip kolaboratif akan memastikan dahulu produk apakah
pelajar hendak hasilkan. Antara aktivitas yang akan dihasilkan ialah model
kompor hemat energi, kemudian melakukan sedikit penyelidikan dari sumber
original yang lain yang menyokong buku teks
rujukan dan mungkin membuat proyek dengan siswa.
3) GuruSebagaiPerantara
(mediator)
Peranan guru di kelas sebagai perantara, ia menolong
menghubung informasi baru dengan
pengalaman yang ada serta membantu siswa bila siswa buntu dan bersedia
menunjukkan cara bagaimana hendak belajar.
4)
Kelompok siswa yang heterogen
Perkembangan pengalaman siswa adalah penting untuk
memperkaya pembelajaran di kelas. Pada kelas kolaboratif siswa menunjukkan
kebolehan mereka, dibebaskan menyumbang informasi dan mendengar atau membahas
sumbangan informasi siswa lain.
Satu sifat kelas kolaboratif ialah siswa
tidak diasingkan dari usaha, tingkat pencapaian, kegemaran dan penilaian. Berbeda dengan kelas non-kolaboratif, perlombaan
yang bersifat individual akan melemahkan semangat bekerjasama dan menyekat
peluang siswa belajar melalui
berinteraksi secara bermakna dan berkesan. Siswa yang lemah tidak ada peluang
untuk belajar daripada siswa yang pintar atau sebaliknya. Guru yang mengajar di
kelas yang dikelola secara kolaboratif dapat melihat perkembangan siswa yang lemah dengan jelas dan terarah.
3. PerbedaanPembelajaranKooperatifdanPembelajaranKolaboratif
“Kolaboratif” adalah
suatu folosofi interaksi dan gaya hidup personal di mana individual
bertanggungjawab terhadap tindakan mereka, meliputi belajar dan respek
kemampuan dan kontribusi rekan-rakan mereka.
“Kooperatif” adalah
suatu struktur interaksi yang didesain untuk memfasilitasi pencapaian/prestasi
dari suatu produk akhir khusus atau tujuan melalui orang yang bekerja bersama-sama
dalam kelompok.
Sebelum kita beralih
kepada pendukung teoretis dari masing-masing metode dapat berguna untuk
menggambarkan perbedaan antara dua paradigma dalam pengertian suatu kelas
aktual.
Dalam model kooperatif,
guru memelihara kontrol lengkap dari kelas, meskipun siswa bekerja dalam
kelompok untuk menyempurnakan suatu tujuan dari suatu mata pelajaran. Guru
kooperatif menanyakan suatu pertanyaan khusus, seperti, “Apakah lima kasus dari
permulaan Perang Dunia II?” Guru
menentukan artikel tambahan bagi siswa dengan membaca dan menganalisis,
melebihi teks itu, dan kemudian menanyakan siswa untuk bekerja dalam kelompok
untuk menjawab pertanyaan itu. Kelompok itu kemudian menyajikan hasil mereka
kepada seluruh kelas dan mendiskusikan penalaran mereka. Suatu pertanyaan dapat
diikuti kelompok untuk menganalisis Bangsa Amerika untuk menentukan jika ini
adalah suatu organisasi efektif untuk mencegah perang dunia dan untuk membuat
rekomendasi pada perubahan yang mungkin dibutuhkan untuk membuat United Nation
(UN) lebih efektif. Guru dapat menggunakan struktur khusus, seperti model Jig
Saw, untuk membantu memfasilitasi kelompok interaksi kelompok. Ia dapat
memperoleh suatu produk khusus seperti suatu istilah makalah atau laporan,
presentasi kelas, dan suatu ujian pada akhir dari topik itu. Siswa berbuat
perlu bekerja dengan mempraktikkan material yang diliput tetapi guru memelihara
kontrol proses pada masing-masing tahap.
Dalam model kolaboratif,
pendapat kelompok masih diasumsikan tanggungjawab total untuk menjawab
pertanyaan itu. Siswa menentukan jika mereka cukup informasi untuk menjawab
pertanyaan itu. Jika tidak, mereka identifikasi sumber lain, seperti, jurnal,
buku, video, internet, dengan menamai beberapa. Pekerjaan yang memperoleh
sumber tambahan material dapat didistribusikan di antara anggota kelompok
dengan anggota kelompok itu. Kelompok dapat memutuskan berapa banyak alasan yang
mereka dapat identifikasi. Guru kolaboratif
tidak dapat menentukan sejumlah, tetapi dapat ases kemajuan
masing-masing kelompok dan data yang dihasilkan itu. Ini juga dapat terjadi
bagi siswa untuk mendaftarkann alasan-alasan dalam urutan prioritas. Guru dapat
bersedia untuk konsultasi dan dapat
memfasilitasi proses dengan bertanya untuk seringkali melaporkan kemajuan dari
kelompok-kelompok itu, memfasilitasi diskusi kelompok tentang dinamika
kelompok; bantuan terhadap resolusi konflik, dsb. Hasil akhir ditentukan oleh
masing-masing kelompok, setelah konsultasi dengan guru. Makna asesmen dari kinerja kelompok juga dapat dinegosiasi
oleh masing-masing kelompok dengan guru. Beberapa kelompok dapat memutuskan
untuk menganalisis UN, seperti kelompok kooperatif yang di arahkan untuk dilakukan,
atau mereka dapat mncoba memajukan suatu organisasi baru secara lengkap. Mereka dapat kembali mengalami sejarah dengan menentukan bagaimana periode
perdamaian lain dikembangkan. Proses sangat open
ended sedangkan pemeliharaannya focus pada keseluruhan tujuan. Siswa
mengembangkan suatu kepemilikkan yang sangat kuat untuk proses dan menjawab
sangat secara positif terhadap fakta yang mereka masih berikan tanggungjawab
lengkap dengan mengalami masalah yang dimiliki bagi mereka dan mereka memiliki
masukan (input) signifikan ke dalam asesmen mereka.
Premis utama untuk
belajar kooperatif dan kolaboratif didasarkan dalam teori konstruktivis. Pengetahuan ditemukan siswa dan ditransformasikan ke
dalam konsep siswa dapat berkaitan. Ini kemudian direkonstruk dan dikembangkan
melalui pengalaman belajar baru. Belajar memuat partisipasi aktif oleh siswa
lawan penerimaan informasi pasif yang disajikan oleh seorang dosen pakar atau
guru pakar. Belajar melalui transaksi
dan dialog di antara siswa dan antara
staf pengajar dan siswa, dalam suatu setting sosial. Siswa belajar
untuk mengerti dan perspektif berbeda apresiasi melalui suatu dialog
dengan rekan-rekan mereka. Suatu dialog dengan guru membantu siswa belajar
kata-kata sukar dan struktur sosial yang
mengatur kelompok siswa yang ingin ikut serta, seperti, ahli sejarah,
matematisi, penulis, aktor, dsb.
Pembelajaran
kolaboratif adalah pembelajaran yang berasaskan kooperatif. Sehingga untuk
mewujudkan pembelajaran kolaboratif diawali dengan membiasakan siswa dengan
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif yang dididesain oleh guru, akan menjadi awal perubahan di
kelas. Jika siswa terbiasa bekerjasama,
saling tergantung satu dengan yang lain untuk memperoleh pengetahuan, maka
siswa akan berkembang menjadi siswa-siswa kolaboratif.
Aspek
|
Kooperatif
|
Kolaboratif
|
Siswa
|
Siswa
menerima latihan dalam kemampuan bekerjasama dan sosial.
|
Siswa sudah
memiliki kemampuan bekerjasama dan sosial. Siswa membangun kemampuannya itu untuk mencapai
tujuan pembelajaran
|
Aktivitas
|
Aktivitas
distrukturkan, setiap pelajar memainkan peranan spesifik.
|
Siswa berunding dan
mengorganisasikan sendiri.
|
Guru
|
Guru
memantau, mendengar dan campur tangan dalam kegiatan kelompok jika perlu.
|
Aktivitas kelompok tidak
dipantau oleh guru. Jika timbul
persoalan, siswa memecahkan sendiri dalam kelompoknya. Guru hanya membimbing
siswa ke arah penyelesaian persoalan.
|
Output
|
Ada hasil
kerja kelompok yang akan dinilai guru.
|
Draf kerja untuk disimpan
siswa untuk kerja lanjutan.
|
Penilaian
|
Siswa
menilai prestasi individu dan kelompok dengan dibimbing oleh guru.
|
Siswa menilai prestasi
individu dan kelompok tanpa dibimbing oleh guru.
|
Tabel 2.1. Perbedaan
Pembelajaran Kooperatif dan Kolaboratif
Belajar kolaboratif
merupakan cara untuk membantu siswa menjawab terhadap literatur dengan
mengambil peranan yang lebih aktif dalam belajar mereka-sendiri. Tradisi
belajar kooperatif cenderung untuk menggunakan metode kuantitatif yang melihat
pada prestasi; misalnya, produk belajar. Tradisi belajar kolaboratif mengambil
suatu pendekatan yang lebih kualitatif,menganalisis pembicaraan (talk) siswa
dalam respons terhadap suatu literatur atau suatu sumber primer (utama) dalam
sejarah. Myers menjelaskan suatu perbedaan antara dua konsep: “Pendukung
belajar kooperatif cenderung lebih berpusat-guru (teacher-centered), misalnya,
apabila membentuk kelompok heterogen, pengstrukturan inter-dependensi positif,
dan mengajar keterampilan kooperatif. Belajar kolaboratif menganjurkan struktur ketidakpercayaan dan
membolehkan siswa berbicara lebih jika membentuk kelompok persahabatan dan
interes. Percakapan siswa ditekankan sebagai suatu makna untuk bekerja
berhasil. Pendekatan penemuan dan kontekstual digunakan untuk mengajar
keterampilan interpersonal. Sehingga perbedaan dapat berperan kepada
pertentangan, perselisihan/persoalan bukan terhadap penelitian tetapi lebih
kepada moralitas dari apa yang terjadi di sekolah. Keyakinan terhadap apa yang dapat terjadi di sekolah
dapat ditelaah sebagai suatu kontinum
“orientasi terhadap kurikulum dari transmisi ke transaksi ke
transaksi.” Pada salah satu terakhir
adalah posisi transmisi. Sehingga nama itu mendorong, tujuan orientasi ini
adalah untuk mengirim pengetahuan kepada siswa dalam bentuk fakta-fakta,
keterampilan dan nilai. Posisi transformasi pada transmisi akhir lain
menekankan perubahan personal dan sosial kontinum di mana orang itu dikatakan
interrelasi dengan lingkungan dari pada memiliki kontrol terhadapnya. Tujuan dari orientasi adalah aktualisasi-diri, perubahan
personal atau organisasional.
Adapu,
persamaan antara belajar kooperatif dan kolaboratif yaitu: penggunaan kelompok,
penentuan tugas-tugas khusus, dan kepemilikan kelompok berbagi (sharing), dan
membandingkan prosedur dan konklusinya dalam sesi kelas pleno/paripurna. Perbedaan
utama terletak dalam fakta bahwa kooperatif diberlakukan secara ekslusif
terhadap pengetahuan tradisional (kanonis), sedangkan kolaboratif terikat ke
dalam gerakkan konstruktivis sosial, menyatakan bahwa pengetahuan kedua-duanya
dan otoritas pengetahuan berubah secara dramatis dalam abad terakhir ini.
Sangat
penting, dalam kooperatif, otoritas tetap dengan instruktor, tetap menguasai
kepemilikan tugas, yang meliputi suatu masalah tertutup atau suatu masalah
dapat tertutup (yang mengatakan fundasional) instruktor mengetahui atau dapat
memprediksi jawaban). Dalam kolaboratif, instruktor sekali
tugas disusuntransfer semua otoritas
kepada kelompok. Secara ideal, tugas kelompok selalu open-ended. Lihat dari
perspektifnya, kooperatif tidak memberikan wewenang kepada siswa.
Kooperatif menggunakan siswa dengan
bantuan akhir instruktor dan menghasilkan suatu jawaban benar atau yang dapat
diterima. Kolaboratifmemberikan wewenang kepada siswa dan berani/menantang
semua resiko kewenangan (misalnya, memiliki kelompok atau kelas sepakat dengan
suatudengan mempersulit simplistik atau posisi yang tidak meyakinkan atau
menghasilkan suatu solusi dalam konflik dengan instruktor)
D.
Model Pembelajaran Problem Based Learning
1.
PengertianModelPembelajaran(Problem Based Learning)
Problem
Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah digunakan
untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah,
termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Peran guru dalam pembelajaran
berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan
memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
PBL merupakan suatu
model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk
memecahkan masalah.
Problem
Based Learning yaitu proses pembelajaran yang titik
awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata dan lalu dari
masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah ini berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman baru.
Problem
Based Learning (Pembelajaran berbasis masalah) yang
dinyatakan oleh kunandar bahwa tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar
pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi
masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka
untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
2. KarakteristikProblemBasedLearning
(PBL)
Para pengembang
pembelajaran berbasis masalah telah mendeskripsikan karaketeristik model
pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut.
a. PengajuanPertanyaanatauMasalah.
Pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan
pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan disekitar
prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan tertentu. Pembelajaran berbasis
masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang
kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.
Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban
sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
b. BerfokuspadaKeterkaitanantarDisiplin.
Meskipun PBL
mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar-benar
nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran.
c. PenyelidikanAutentik.
Model pembelajaran berbasis masalah menghendaki
siswa untuk melakukan pennyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalsis dan mendefinisikan masalah mengembangkan
hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalsis informasi,
melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
d. MenghasilkanProduk/KaryadanMemamerkannya.
PBL menuntut siswa untuk menghasilkan produk
tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan
atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut
dapat berupa laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Karya nyata
itu kemudian didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang
telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan
tradisional atau makalah.
e. Kerjasama.
Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh
siswa yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau
dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara
berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang
untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial
dan keterampilan berpikir.
3. Tahap-TahapPBL
Pengajaran berbasis
masalah terdiri dari lima tahap, seperti dijelaskan tabel berikut ini,
Tahapan
|
Kegiatan guru
|
Tahap 1 :
Orientasi
siswa terhadap masalah
|
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan perangkat yang dibutuhkan,
memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang
dipilihnya.
|
Tahap 2 :
Mengorganisasi
siswa untuk belajar
|
Guru
membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
|
Tahap 3 :
Membimbing
penyelidikan individual dan kelompok.
|
Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan serta pemecahan masalahnya.
|
Tahap 4 :
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya.
|
Guru
membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
video, dan model serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
|
Tahap 5 :
Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
|
Guru
membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi teerhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka gunakan.
|
Tabel
2.2. Tahap-Tahap Pembelajaran Berbasis Masalah
4. PerbedaanMetodeKonvensionaldenganPBL
Metode konvensional
berupa ceramah yang memusatkan perhatian siswa sepenuhnya kepada guru sehingga
yang aktif di sini hanyalah guru. Sedangkan siswa hanya tunduk mendengarkan
penjelasan yang dipaparkan oleh guru. Partisipasi siswa rendah karena siswa
hanya diberi kebebasan untuk bertanya mengenai materi yang telah dijelaskan
oleh guru sehingga metode konvensional masih kurang menggugah daya pemikiran
mahasiswa.
Pada Metode PBL adalah
metode yang berbasis kepada partisipasi para siswa. Pada jam pertama, metode
yang diterapkan adalah diskusi. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang
ditunjuk secara acak. Pertanyaan yang diajukan bersifat menggali pendapat dan
mengembangkan kemampuan analisis siswa. Kemudian, pada satu jam terakhir, guru
memberikan rangkuman dan inti dari diskusi pada hari itu disertai dengan inti
dari konteks materi dihubungkan dengan implementasi di lapangan.
Pembelajaran
konvensional yang sifatnya searah yaitu dari dosen ke siswa dan siswa hanya pasif
menerima materi dari guru. Pada Model PBL, siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan mahasiswa
untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap sehingga siswa dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus
memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
Metode
Konvensional
|
Metode PBL
|
Berfokus
pada guru
|
Berfokus di siswa
|
Guru menerangkan
dan mahasiswa mendengarkan (one way learning).
|
Siswa
menjelaskan (two way learning).
|
Siswa
bertanya.
|
Guru
bertanya.
|
Guru menjelaskan seluruh materi.
|
Guru
merangkum materi berdasarkan hasil diskusi/pemikiran mahasiswa.
|
Key process is teaching.
|
Key process is learning.
|
Guru hanya
menyiapkan materi.
|
Guru tidak
hanya menyiapkan materi, tetapi juga harus menguasai metode penyampaian
materi yang efektif.
|
Siswa
membaca menjelang ujian, terutama catatan (reading habit rendah).
|
Siswa
membaca sesuai materi sebelum pembelajaran dimulai (reading habit tinggi).
|
Siswa pasif
(partisipatif rendah).
|
Siswa aktif
(partisipatif tinggi).
|
Siswa hanya
menghafal materi) dan kemudian lupa.
|
Siswa dapat
dengan mudah menangkap esensi dari perkuliahan.
|
Tabel 2.3.Perbedaan
Metode Konvensional dengan Metode PBL
E. Consept
Mapping dalam Pembelajaran
Consept mapping merupakan
carauntuk menguatkan pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap bahan-bahan
yang telah dibacanya. Hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah memotongan kartu
yang bertuliskan konsep-konsep utama.
Selanjutnya guru
membagikan potongan-potongan kartu yang telah bertuliskan konsep utama kepada
para peserta didik. Setelah itu, memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mencoba beberapa kali membuat suatu peta yang menggambarkan hubungan
antar kosep. Memastikan peserta didik membuat garis penghubung antar konsep-konsep
tersebut. Di setiap garis penghubung diharapkan peserta didik menulis kata atau
kalimat yang menjelaskan hubungan antar konsep. Kalimat-kalimat itu menunjukkan
asumsi yang dibangun peserta didik dalam menjelaskan hubungan antar konsep.
Kumpulkan
hasil pekerjaan peserta didik. Sebagai bahan perbandingan tampilkan satu peta
konsep yang Anda buat. Hasil pekerjaan peserta didik yang telah dikumpulkan
bahaslah satu persatu. Ajaklah seluruh kelas untuk melakukan koreksi atau
evaluasi terhadap peta – peta konsep yang dipresentasikan. Di akhir
pembelajaran ajaklah seluruh kelas merumuskan beberapa kesimpulan terhadap
materi yang dipelajari melalui peta konsep tersebut.
F. Teknik Bertanya dalam Eksplorasi dan Kontrukstivisme
Murid bertanya karena
ingin tahu, menguji, mengkonfirmasi, mengapersepsi, mengarahkan/menggiring,
mengaktifkan skema, meyakinkan, mengklarifikasi, memfokuskan, dan menghindari
kesalahpahaman terhadap pengetahuan yang telah terkonstruk di dalam dirinya..
Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh murid untuk
menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan.
Pertanyaan-pertanyaan
spontan yang diajukan kepada murid dapat digunakan untuk merangsang siswa
berpikir, berdiskusi, dan berspekulasi. Guru dapat menggunakan teknik bertanya
dengan cara memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong siswa agar mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang
gejala-gejala yang ada, belajar tentang cara merumuskan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat diuji, dan belajar saling bertanya tentang bukti, interpretasi, dan
penjelasan-penjelasan yang ada.
Pertanyaan dapat
digunakan untuk berbagai macam tujuan, berbagai macam bentuk, dan berbagai
macam jawaban yang ditimbulkannya. Dalam kelas, guru mengajukan pertanyaan
untuk bercakap-cakap, merangsang siswa berpikir, mengevaluasi belajar, memulai
pengajaran, memperjelas gagasan, dan meyakinkan apa yang diketahui siswa.
G.
Cara
Meningkatkan Motivasi Belajar Anak
Ada beberapa cara
meningkatkan motivasi belajar anak dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu :
1.
Memberiangka
Angka dalam hal
ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa yang justru
untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga yang dikejar hanyalah nilai
ulangan atau nilai raport yang baik. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa
merupakan motivasi belajar yang sangat kuat. Yang perlu diingat oleh guru,
bahwa pencapaian angka-angka tersebut belum merupakan hasil belajar yang sejati
dan bermakna. Harapannya angka-angka tersebut dikaitkan dengan nilai afeksinya
bukan sekedar kognitifnya saja.
2.
Hadiah
Hadiah dapat
menjadi motivasi belajar yang kuat, dimana siswa tertarik pada bidang tertentu
yang akan diberikan hadiah. Tidak demikian jika hadiah diberikan untuk suatu
pekerjaan yang tidak menarik menurut siswa.
3.
Kompetisi
Persaingan, baik
yang individu atau kelompok, dapat menjadi sarana untuk meningkatkan motivasi
belajar. Karena terkadang jika ada saingan, siswa akan menjadi lebih
bersemangat dalam mencapai hasil yang terbaik.
4.
Ego-involvement
Menumbuhkan
kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai
tantangan sehingga bekerja keras adalah salah satu bentuk motivasi yang cukup
penting. Bentuk kerja keras siswa dapat terlibat secara kognitif yaitu dengan
mencari cara untuk dapat meningkatkan motivasi belajar.
5.
MemberiUlangan
Para siswa akan
giat belajar kalau mengetahui akan diadakan ulangan. Tetapi ulangan jangan
terlalu sering dilakukan karena akan membosankan dan akan jadi rutinitas
belaka.
6.
MengetahuiHasil
Mengetahui hasil
belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi belajar anak. Dengan mengetahui
hasil belajarnya, siswa akan terdorong untuk belajar lebih giat. Apalagi jika
hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa pasti akan berusaha
mempertahankannya atau bahkan termotivasi untuk dapat meningkatkannya.
7.
Pujian
Apabila ada
siswa yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka perlu diberikan
pujian. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan memberikan motivasi
yang baik bagi siswa. Pemberiannya juga harus pada waktu yang tepat, sehingga
akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi motivasi belajar serta sekaligus akan membangkitkan
harga diri.
8.
Hukuman
Hukuman adalah
bentuk reinforcement yang negatif, tetapi jika diberikan secara tepat dan
bijaksana, bisa menjadi alat motivasi belajar anak. Oleh karena itu, guru harus
memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman tersebut.Hukuman ini diberikan
dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu
motivasi belajarnya. Bentuk hukuman yang diberikan kepada siswa adalah hukuman
yang bersifat mendidik seperti mencari artikel, mengarang dan lain sebagainya.
9.
Tujuan
Pada permulaan
belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai
Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas
tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
10.
Saingan/kompetisi
Guru berusaha
mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi
belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
11.
Pujian
Siswa yang
berprestasi sudah sewajarnya untuk diberikan penghargaan atau pujian. Pujian
yang diberikan bersifat membangun. Dengan pujian siswa akan lebih termotivasi
untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik lagi.
12.
Membangkitkandorongankepadapesertadidikuntukbelajar
Strateginya
adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik. Selain itu, guru
juga dapat membuat siswa tertarik dengan materi yang disampaikan dengan cara
menggunakan metode yang menarik dan mudah dimengerti siswa.
13.
Membentukkebiasaanbelajaryangbaik
Kebiasaan
belajar yang baik dapat dibentuk dengan cara adanya jadwal belajar. Melalui
jadwal belajar, akan membentuk kebiasaan siswa untuk belajar secara teratur.
Selanjutnya, diharapkan terbentuk manusia pembelajar seumur hidup.
14.
Membantukesulitanbelajarpeserta
didik
Membantu
kesulitan peserta didik dengan cara memperhatikan proses dan hasil belajarnya. Dalam
proses belajar terdapat beberapa unsure, salah satu di antaranya yaitu
penggunaan metode untuk menyampaikan materi kepada para siswa. Metode yang
menarik yaitu dengan gambar dan tulisan warna-warni akan menarik siswa untuk mencatat dan
mempelajari materi yang telah disampaikan.
15.
MenggunakanMetodedanMediayangBervariasi
Meningkatkan
motivasi belajar dengan menggunakan metode pembelajaran yang variasi. Metode
yang bervariasi akan sangat membantu dalam proses belajar dan mengajar. Dengan
adanya metode yang baru akan mempermudah guru untuk menyampaikan materi pada
siswa.
A.
Kesimpulan
1. Pembelajaran konstruktivisme merupakanproses
membangun atau menyusun pengetahuan dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman atau pengetahuan lama dengan cara mengasimilasikan dan
mengakomodasikannya.
2. Pembelajaran aktif atau active
learning adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan
secara aktif dalam proses pembelajaran mental dan fisik siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
3. Model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). Model pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran.
4. Problem Based Learning
(pembelajaran berbasis masalah) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
5. Consept
mapping merupakan carauntuk menguatkan pengetahuan dan
pemahaman peserta didik terhadap bahan-bahan yang telah dibacanya. Hal-hal yang
perlu dipersiapkan adalah memotongan kartu yang bertuliskan konsep-konsep
utama.
6. Bertanya merupakan salah satu
strategi dalam mngklarifikasi kebenaran pengetahuan murid berdasarkan
konstruksi pengetahuan yang ada dalam dirinya.
7. Cara meningkatkan motivasi siswa
dalam belajarnya yaitu dengan berbagai cara yang itu drasakan membuat siswa
senang, bermakna, dan bertujuan dalam belajarnya.
0 comments:
Post a Comment